Huuuuhhhhh, Hujan
lagi..., Hujan lagi .... Kalimat inilah yg terkdang begitu mudah terucap oleh lisan2
kita ketika hujan. Sebagian orang tatkala memperhatikan hujan, ada yang sampai
gelisah. Apalagi jika turunnya hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, mungkin
ada yg berencana jalan2, janji atau yang lainnya. Sehingga yang terjadi adalah
mengeluh dan mengeluh.
Padahal jika kita merenung dan memahami hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
waktu hujan turun adalah saat mustajabnya do’a, artinya do’a semakin mudah
terkabulkan. Ibnu Qudamah dalam Al Mughni, ”Dianjurkan untuk
berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ
الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ
الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ
“Carilah
do’a yang mustajab pada tiga keadaan : [1] Bertemunya dua pasukan, [2]
Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun. (Dikeluarkan oleh Imam Syafi’i dalam Al Umm dan Al Baihaqi dalam Al Ma’rifah dari Makhul secara mursal. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih.
Lihat Shohihul Jaami’ no. 1026)
Begitu juga terdapat hadits dari
Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ثِنْتَانِ
مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِوَ تَحْتَ المَطَرِ
“Dua do’a
yang tidak akan ditolak: [1] do’a ketika adzan dan [2] do’a ketika ketika turunnya hujan.” HR. Al Hakim dan Al
Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. LihatShohihul
Jaami’ no. 3078.
Do’a yang amat baik dibaca kala
itu adalah memohon diturunkannya hujan yang bermanfaat. Do’a yang dipanjatkan
adalah, اللَّهُمَّ
صَيِّباً ناَفِعاً “Allahumma shoyyiban naafi’aa [Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat].”
Itulah yang Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam ucapkan
ketika melihat turunnya hujan. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin,
’Aisyah radhiyallahu
’anha, إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه
وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ « اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau
mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan
yang bermanfaat]”. HR. Bukhari no. 1032, Ahmad
no. 24190, dan An Nasai no. 1523.
Ibnu Baththol mengatakan, ”Hadits
ini berisi anjuran untuk berdo’a ketika turun hujan agar kebaikan dan
keberkahan semakin bertambah, begitu pula semakin banyak kemanfaatan.” Al
Khottobi mengatakan, ”Air hujan yang mengalir adalah suatu karunia.” Syarh Al Bukhari,
Ibnu Baththol, 5/18.
Menyingkap Keajaiban Hujan
Hujan merupakan salah
satu perkara terpenting bagi kehidupan di muka bumi. Ia merupakan sebuah
prasyarat bagi kelanjutan aktivitas di suatu tempat. Hujan–yang memiliki
peranan penting bagi semua makhluk hidup, termasuk manusia–disebutkan pada
beberapa ayat dalam Al-Qur’an mengenai informasi penting tentang hujan, kadar
dan pengaruh-pengaruhnya.
Informasi ini, yang tidak mungkin diketahui manusia di zamannya,
menunjukkan kepada kita bahwa Al-Qur’an
merupaka kalam Allah. Sekarang, mari kita kaji informasi-informasi tentang hujan yang termaktub
di dalam Al-Qur’an.
Kadar Hujan
Di dalam ayat kesebelas
Surat Az-Zukhruf, hujan dinyatakan sebagai air yang diturunkan dalam “ukuran
tertentu”. Sebagaimana ayat berikut : الَّذِي جَعَلَ
لَكُمُ الْأَرْضَ مَهْدًا وَجَعَلَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلًا لَّعَلَّكُمْ
تَهْتَدُونَ “Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang
diperlukan) lalu kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah
kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS. Az-Zukhruf : 11)
“Kadar” yang disebutkan dalam ayat ini merupakan salah satu karakteristik
hujan. Secara umum, jumlah hujan yang turun ke bumi selalu sama. Diperkirakan
sebanyak 16 ton air di bumi menguap setiap detiknya. Jumlah ini sama dengan
jumlah air yang turun ke bumi setiap detiknya. Hal ini menunjukkan bahwa hujan
secara terus-menerus bersirkulasi dalam sebuah siklus seimbang menurut “ukuran”
tertentu.
Pengukuran lain yang
berkaitan dengan hujan adalah mengenai kecepatan turunya hujan. Ketinggian
minimum awan adalah sekitar 12.000 meter. Ketika turun dari ketinggian ini,
sebuah benda yang yang memiliki berat dan ukuran sebesar tetesan hujan akan
terus melaju dan jatuh menimpa tanah dengan kecepatan 558km/jam. Tentunya, objek
apapun yang jatuh dengan kecepatan tersebut akan mengakibatkan kerusakan. Dan
apabila hujan turun dengan cara demikian, maka seluruh lahan tanaman akan
hancur, pemukiman, perumahan, kendaraan akan mengalami kerusakan, dan
orang-orang pun tidak dapat pergi keluar tanpa mengenakan alat perlindungan
ekstra. Terlebih lagi, perhitungan ini dibuat untuk ketinggian 12.000 meter,
faktanya terdapat awan yang memiliki ketinggian hanya sekitar 10.000 meter.
Sebuah tetesan hujan yang jatuh pada ketinggian ini tentu saja akan jatuh pada
kecepatan yang mampu merusak apa saja.
Namun tidak demikian
terjadinya, dari ketinggian berapapun hujan itu turun, kecepatan rata-ratanya
hanya sekitar 8-10 km/jam ketika mencapai tanah. Hal ini disebabkan karena
bentuk tetesan hujan yang sangat istimewa. Keistimewaan bentuk tetesan hujan
ini meningkatkan efek gesekan atmosfer dan mempertahankan kelajuan
tetesan-tetesan hujan krtika mencapai “batas” kecepatan tertentu. (Saat ini,
parasut dirancang dengan menggunakan teknik ini).
Tak sebatas itu saja
“pengukuran” tentang hujan. Contoh lain misalnya, pada lapisan atmosferis
tempat terjadinya hujan, temperatur bisa saja turun hingga 400oC di bawah nol.
Meskipun demikian, tetesan-tetesan hujan tidak berubah menjadi partikel es.
(Hal ini tentunya merupakan ancaman mematikan bagi semua makhluk hidup di muka
bumi.) Alasan tidak membekunya tetesan-tetesan hujan tersebut adalah karena air
yang terkandung dalam atmosfer merupakan air murni. Sebagaimana kita ketahui,
bahwa air murni hampir tidak membeku pada temperatur yang sangat rendah
sekalipun.
Pembentukan Hujan
Bagaimana hujan terbentuk tetap menjadi misteri bagi manusia dalam kurun
waktu yang lama. Hanya setelah ditemukannya radar cuaca, barulah dapat dipahami
tahapan-tahapan pembentukan hujan. Pembentukan hujan terjadi dalam tiga tahap.
Pertama, “bahan mentah” hujan naik ke udara. Kemudian terkumpul menjadi awan.
Akhirnya, tetesan-tetesan hujan pun muncul.
Tahapan-tahapan ini
secara terperinci telah tertulis dalam Al-Qur’an berabad-abad tahun lalu
sebelum informasi mengenai pembentukan hujan disampaikan:
اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي
السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ
خِلَالِهِ ۖ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ
يَسْتَبْشِرُونَ
“Allah,
dialah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang di kehendakinya, dan menjadikannya
bergumpal-gumpal: lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka
apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambanya yang di kehendakinya, tiba-tiba
mereka menjadi gembira.” (QS. Ar-Rum : 48)
Sekarang, mari kita lihat pada tiga tahapan yang disebutkan dalam Al-Qur’an:
Tahap Pertama
“ Allah,
dialah yang mengirimkan angin…..”
Gelembung-gelembung
udara yang tidak terhitung jumlahnya dibentuk oleh buih-buih di lautan yang
secara terus-menerus pecah dan mengakibatkan partikel-partikel air tersembur ke
udara menuju ke langit. Partikel-partikel ini –yang kaya akan garam– kemudian
terbawa angin dan bergeser ke atas menuju atmosfer. Partikel-partikel ini
(disebut aerosol) membentuk awan dengan mengumpulkan uap air (yang naik dari
lautan sebagai tetesan-tetesan oleh sebuah proses yang dikenal dengan
“JebakanAir”) di sekelilingnya.
Tahap Kedua
“…..lalu
angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang
di kehendakinya, dan menjadi bergumpal-gumpal…..”
Awan terbentuk dari uap
air yang mengembun di sekitar kristal-kristal garam atau partikel-partikel debu
di udara. Karena tetesan-tetesan air di sini sangat kecil (dengan diameter
antara 0,01-0,02 mm), awan mengapung di udara dan menyebar di angkasa. Sehingga
langit tertutup oleh awan.
Tahap Ketiga
“….lalu
kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun.”
Partikel-partikel air
yang mengelilingi kristal-kristal garam dan partikel-partikel debu mengental
dan membentuk tetesan-tetesan hujan. Sehingga, tetesan-tetesan tersebut, yang
menjadi lebih berat dari udara, meninggalkan awan dan mulai jatuh ke tanah
sebagai hujan.
Setiap tahap dalam
pembentukan hujan disampaikan dalam Al-Qur’an. Terlebih lagi, tahapan-tahapan
tersebut dijelaskan dalam runtutan yang benar. Seperti halnya fenomena alam
lain di dunia, lagi-lagi Al-Qur’an lah yang memberikan informasi yang paling
tepat tentang fenomena ini, selain itu, Al-Qur’an telah memberitahukan
fakta-fakta ini kepada manusia berabad-abad sebelum sains sanggup mengungkapnya.
Semoga dengan turunnya hujan semakin membuat
kita bersyukur, bukan malah mengeluh.
Manfaatkanlah moment tersebut untuk banyak memohon segala
hajat pada Allah Ta’ala menyangkut urusan dunia dan akhirat. Jangan sia-siakan
kesempatan untuk mendoakan kebaikan diri, istri, anak, kerabat serta kaum
muslimin lainnya.
Wallahu
waliyyut taufiq
Mengeluh saat hujan turun juga termasuk suatu dosa krn dgn bgtu berarti qt tdk ridha pada ketetapan Allah.
BalasHapus