Rasulullah adalah sosok manusia yang paling rendah hati,
beliau memiliki segala kebajikan dan keutamaan orang-orang dahulu kala dan
orang-orang sekarang. Kita tahu bahwa beliau dilukai kepalanya, ditanggalkan
giginya, lututnya berdarah karena lemparan batu, tubuhnya dilumuri kotoran, rumahnya
dilempari kotoran ternak. Beliau di hina, dan di siksa dengan keji. Saat beliau
berdakwah di Thaif, tak ada yang didapatkannya kecuali hinaan dan pengusiran
yang keji. Ketika Rasulullah menyadari usaha dakwahnya itu tidak berhasil,
beliau memutuskan untuk meninggalkan Thaif. Tetapi penduduk Thaif tidak
membiarkan beliau keluar dengan aman, mereka terus mengganggunya dengan
melempari batu dan kata-kata penuh ejekan. Lemparan batu yang mengenai Nabi
demikian hebat, sehingga tubuh beliau berlumuran darah.
Dalam perjalanan pulang, Rasulullah menjumpai suatu
tempat yang dirasa aman dari gangguan orang-orang jahat tersebut. Di sana
beliau berdoa begitu mengharukan dan menyayat hati. Demikian sedihnya doa yang
dipanjatkan Nabi, sehingga Allah mengutus malaikat Jibril untuk menemuinya.
Setibanya di hadapan Nabi, Jibril memberi salam seraya berkata, “Allah
mengetahui apa yang telah terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah
memerintahkan malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu.” Sambil
berkata demikian, Jibril memperlihatkan para malaikat itu kepada Rasulullah. Kata
malaikat itu, “Wahai Rasulullah, kami siap untuk menjalankan perintah tuan.
Jika tuan mau, kami sanggup menjadikan gunung di sekitar kota itu berbenturan,
sehingga penduduk yang ada di kedua belah gunung ini akan mati tertindih. Atau
apa saja hukuman yang engkau inginkan, kami siap melaksanakannya.” Mendengar tawaran malaikat itu, Rasulullah. dengan sifat kasih
sayangnya berkata, “Walaupun mereka menolak ajaran Islam, saya berharap dengan
kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Allah dan
beribadah kepada-Nya.”
Ketika Makkah berhasil ditaklukkan, beliau berkata kepada
orang-orang yang pernah menyiksanya, “Bagaimanakah menurut kalian, apakah
yang akan kulakukan terhadapmu?” Mereka menangis dan berkata, “Engkau adalah
saudara yang mulia, putra saudara yang mulia.” Nabi bersabda, “Pergilah kalian! Kalian adalah orang-orang
yang dibebaskan. Semoga Allah mengampuni kalian.” (HR. Thabari, Baihaqi, Ibnu Hibban, dan
Syafi’i).
Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mas’ud
bahwa Rasulullah bersabda kepadanya, “Bacakan al-Quran kepadaku.” Ibnu Mas’ud
berkata, “Bagaimana aku membacakannya kepada Engkau, sementara al-Quran itu
sendiri diturunkan kepada Engkau?” “Aku
ingin mendengarnya dari orang lain,” jawab beliau. Lalu Ibnu Mas’ud membaca
surat an-Nisa hingga firman-Nya, Maka bagaimanakah (halnya orang kafir
nanti) apabila Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu
(sebagai umatmu). (QS. an-Nisâ [4]: 41) Begitu bacaan tiba pada ayat
ini, beliau bersabda, “Cukup.” Ibnu
Mas’ud melihat ke arah beliau, dan terlihatlah olehnya bahwa beliau sedang
menangis.
Dalam kisah ini kita memperoleh
pelajaran berharga, bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam sangat mencintai umat manusia. Beliau
sangat mengharapkan agar orang-orang kafir itu beriman. Karena balasan
kekafiran adalah neraka yang menyala-nyala. Rasulullah sendiri pernah melihat
neraka. Dia melihat sungguh mengerikan neraka itu. Hingga ketika menyadari hal
itu, mengalirlah airmatanya dengan deras.
Keadaan diri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
digambarkan Allah Subhaana wa Ta’ala dalam firman-Nya, Sungguh telah datang
kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin. (QS. at-Taubah [9]: 129).
Alangkah buruknya akhlak kita bila tak mencintai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana beliau mencintai
kita, berkorban untuk kita, dan meneteskan airmatanya untuk kita. Di sini,
apakah kita hanya berdiam diri saat beliau dihina, seolah kita bukan lagi
umatnya. Apakah kita rela Rasulullah berdakwah seorang diri dan kemudian
dilempari batu hingga berdarah-darah, sementara umatnya yang begitu banyak
hanya bisa berdiam diri? Tangisan beliau hendaknya menjadi pengingat kita,
untuk lebih mencintainya, membelanya, bahkan jika bisa, berkorban nyawa
untuknya, sebagaimana ia telah berkorban nyawa untuk kita agar kita selamat
dari siksa neraka.
Awalnya Rumaisha berniat untuk memasukkan materi ini dalam mading edisi bulan November, tapi karena suatu hal, materi ini tidak dimuat.
Awalnya Rumaisha berniat untuk memasukkan materi ini dalam mading edisi bulan November, tapi karena suatu hal, materi ini tidak dimuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar