Sabtu, 06 April 2013

Karena Lisan Engkau Celaka

Lisan, bentuknya memang relatif kecil bila dibandingkan dengan anggota tubuh yang lain, namun ternyata memiliki peran yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Celaka dan bahagia ternyata tak lepas dari bagaimana manusia memanajemen lidahnya.
Bila lidah tak terkendali, dibiarkan berucap sekehendaknya, alamat kesengsaraan akan segera menjelang. Sebaliknya bila ia terkelola dengan baik , hemat dalam berkata, dan memilih perkataan yang baik-baik, maka sebuah alamat akan datangnya banyak kebaikan..

Di saat kita hendak berkata-kata, tentunya kita harus berpikir untuk memilihkan hal-hal yang baik untuk lidah kita. Bila sulit mendapat kata yang indah dan tepat maka ahsan (mendingan) diam. Inilah realisasi dari sabda Rasulullah sholallohu alaihi wasalam
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam ( HR Muslim )

Di samping itu kita pun harus paham betul dimana lahan-medan kejelekan sehingga lidah kita tidak keliru memijaknya. Kita harus tahu apakah sebuah hal termasuk dalam bagian dosa bagi lidah kita atau tidak? Bila kita telah tahu ,tentunya kita bersegera untuk meninggalkannya.

Diantara medan-medan dosa bagi lidah kita antara lain :
Ghibah  >>> Bila didefinisikan maka seperti yang diungkapkan oleh Rasulullah sholallohu alaihi wasalam
"Engkau menyebutkan tentang saudaramu, dengan apa-apa yang dia benci " terus bagaimana jika yang kita bicarakan tersebut memang benar-benar ada pada saudara kita? "Jika memang ada padanya apa yang engkau katakan maka engkau telah meng-ghibahinya, dan bila tidak ada padanya maka engkau telah berdusta" (HR. Muslim)  

Di dalam Al Quran, Allah ta'ala menggambarkan orang yang meng-ghibahi saudaranya seperti orang yang memakan bangkai saudaranya:

"Janganlah kalian saling memata-matai dan jangan mengghibahi antara satu dengan yang lain, sukakah kalian memakan daging saudaranya tentu kalian akan benci" ( Al Hujurat 12)

Tentu sangat menjijikkan makan daging bangkai, semakin menjijikkan lagi apabila yang dimakan adalah daging bangkai manusia, apalagi saudara kita sendiri. Demikianlah ghibah, ia pun sangat menjijikkan sehingga sudah sepantasnya untuk dijauhi dan dan ditinggalkan.

Lebih ngeri bila berbicara tentang ghibah, apabila kita mengetahui balasan yang akan diterima pelakunya. Seperti dikisahkan oleh Rasulullah sholallohu alaihi wasalam di malam mi'rajnya. Beliau menyaksikan suatu kaum yang berkuku tembaga mencakar wajah dan dada mereka sendiri. Rasul pun bertanya tentang keberadaan mereka, maka dijawab bahwa mereka lah orang-orang yang ghibah dan melanggar kehormatan orang lain.

Namimah >>> Kalau diartikan ia bermakna memindahkan perkataan dari satu kaum kepada kaum yang lain untuk merusak keduanya. Ringkasnya "adu domba". Sehingga Allah mengkisahkan tentang mereka dalam Al-Qur'an. Mereka yang berjalan dengan namimah, menghasut, dan mengumpat. Di sekitar kita orang yang punya profesi sebagai tukang namimah sangat banyak bergentayangan, dan lebih sering di kenal sebagai provokator-kejelekan. Namimah bukan hal yang kecil , bahkan para ulama mengkatagorikannya di dalam dosa besar . Ancaman Rasulullah bagi tukang namimah
" tidak akan masuk surga orang yang mengadu domba (HR Bukhari)

Akibat namimah ini sangat besar sekali, dengannya terkoyak persahabatan saudara karib dan melepaskan ikatan yang telah dikokohkan oleh Allah. Ia pun mengakibatkan kerusakan di muka bumi serta menimbulkan permusuhan dan kebencian.

Dusta >>> Adalah menyelisihi kenyataan atau realita. Dusta bukanlah akhlaq orang yang beriman, bahkan ia melekat pada kepribadian orang munafiq "Tiga ciri orang munafik, apabila berkata berdusta, apabila berjanji mengingkari dan apabila dipercaya berkhianat (HR Bukhari dan Muslim). Padahal orang munafik balasannya sangat mengerikan "di bawah kerak api neraka" Dusta pun mengantarkan pelakunya kepada kejelekan "Sungguh kedustaan menunjukkan kepada kejelekan dan kejelekan mengantarkan kepada neraka.

Sebagai seorang beriman tentulah menjadi prioritas bagi dirinya untuk mencari jalan keselamatan didunia dan diakhirat, dimana diantara jalan keselamatan tersebut bagaimana ia menggunakan lisanya kepada hal yang diridhoi Allah Ta’ala.

sumber: wahdah.or.id

Selasa, 02 April 2013

DOSA-DOSA YANG DIANGGAP BIASA

Di bawah ini adalah beberapa dosa yang biasanya dianggap remeh, sehingga begitu mudah dilakukan oleh sebahagian orang. Tulisan ini bersumber dari sumber dari kitab yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid

1.     JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM

Pada zaman sekarang jabat tangan antara laki-laki dengan perempuan hampir sudah menjadi tradisi. Tradisi bejat itu mengalahkan akhlak islami yang semestinya ditegakkan. Bahkan mereka menganggap kebiasaan itu jauh lebih baik dan lebih tinggi nilainya dari pada syariat Allah Tabaroka wata’ala yang mengharamkannya.

Sehingga jika salah seorang dari mereka anda ajak dialog tentang hukum syariat dengan dalil-dalil yang kuat dan jelas tentu serta merta ia akan menuduh anda dengan sebagai orang kolot, ketinggalan zaman, kaku, sulit beradaptasi, ekstrim, hendak memutuskan tali silaturrahmi, menggoyahkan niat baik …. dan sebagainya.


Sehingga dalam masyarakat kita, berjabat tangan dengan anak (perempuan) paman atau bibi dengan istri saudara atau istri paman baik dari pihak ayah maupun ibu lebih mudah dari pada minum air.

Seandainya mereka melihat secara jernih dan penuh pengetahuan tentang bahaya persoalan tersebut menurut syara’ tentu mereka tidak akan melakukan hal tersebut. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :  “Sungguh ditusuknya kepala salah seorang dari kalian dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya” (HR Ath Thabrani dalam shahihul jami’ hadits no : 4921).

Dan dari Aisyah Radliallahu Anha, dia berkata : “Dan Demi Allah, sungguh tangan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tidak (pernah) menyentuh tangan perempuan sama sekali, tetapi beliau membaiat mereka dengan perkataan” (HR Muslim ,: 3/1489).

Hendaknya takut kepada Allah, orang-orang yang mengancam cerai istrinya yang shalihah karena tidak mau berjabat tangan dengan kolega-koleganya. Perlu juga diketahui, berjabat tangan dengan lawan jenis, meski memakai alas (kaos tangan) hukumnya tetap haram.


2.     WANITA BEPERGIAN  TANPA MAHRAM
 Dalam kitab shahihain, Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu meriwayatkan, bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “Tidak (dibenarkan seorang) wanita bepergian kecuali dengan mahramnya” (HR Muslim : 2/977)

ketentuan di atas berlaku untuk semua bentuk safar (bepergian) bahkan termasuk di dalamnya pergi haji. Bepergiannya wanita tanpa diiringi mahram bisa memperdaya orang-orang fasik, sehingga bisa saja mereka tak segan-segan memangsanya. Di sisi lain, wanita berada pada posisis lemah dan tak berdaya, sehingga tak jarang ia justru terbujuk oleh laki-laki, paling tidak, dengan kesendiriannya itu, kemuliaannya sebagai wanita ia pertaruhkan.

Demikian pula halnya dengan perjalanan melalui udara walaupun dia diantar oleh mahramnya sampai ke atas pesawat, dan di jemput mahramnya yang lain saat tiba di tempat tujuan. Kita bertanya, siapakah yang duduk di sebelah wanita tersebut sepanjang perjalanan? Juga, seandainya terjadi kerusakan sehingga pesawat mendarat di bandara transit, atau terjadi keterlambatan atau perubahan jadwal, apa yang bakal terjadi? Sungguh, kemungkinan itu acap kali terjadi.

Perhatikan betapa tegas aturan syariat Islam dalam soal mahram. Untuk menjadi mahram dalam perjalanan disyaratkan adanya empat hal : muslim, baligh, berakal, dan laki-laki. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “…Bapaknya, anaknya, suaminya, saudara laki-lakinya atau mahram dari wanita tersebut: (HR Al Bukhari, lihat Fathul Baari :11/26)


3.    WANITA KELUAR RUMAH DENGAN MEMAKAI PARFUM SEHINGGA MENGGODA LAKI-LAKI.
 Inilah kebiasaan yang menjadi fenomena umum di kalangan wanita. Keluar rumah dengan menggunakan parfum yang wanginya menjelajahi segala ruang. Hal yang menjadikan laki-laki lebih tergoda karena umpan wewangian yang manghampirinya.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam amat keras mamperingatkan masalah tersebut. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda : “Perempuan manapun yang menggunakan parfum kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya maka dia seorang pezina” (HR Ahmad, 4/418; shahihul jam’: 105)

sebagian wanita melalaikan dan meremehkan masalah ini, sehingga dengan sembarangan memakai parfum. Tak peduli di sampingnya ada sopir, penjual, saptam, atau orang lain yang tak mustahil akan tergoda.

Dalam masalah ini, syariat Islam amat keras. Perempuan yang telah terlanjur memakai parfum jika hendak keluar rumah ia di wajibkan mandi terlebih dahulu seperti mandi jinabat, meskipun tujuan keluarnya ke masjid. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Perempuan manapun yang memakai parfum  kemudian keluar ke masjid (dengan tujuan) agar wanginya tercium orang lain maka shalatnya tidak diterima sehingga ia mandi sebagaimana mandi jinabat” (HR Ahmad2/444, shahihul jam’ :2073.)

Setelah berbagai peringatan kita sampaikan, akhirnya kita hanya bisa mengadu kepada Allah soal para wanita yang memakai parfum dalam pesta dan berbagai pertemuan yang diselenggarakan. Bahkan parfum yang wanginya menyengat hidung itu tak saja digunakan dalam waktu-waktu khusus, tetapi mereka gunakan  di pasar-pasar di kendaraan dan di pertemuan-pertemuan umum hingga di masjid-masjid pada malam-malam bulan suci Ramadhan.

Syariat Islam memberi batasan, parfum wanita muslimah adalah yang tampak warnanya dan tidak keras semerbak wanginya.

4.     MEMANDANG WANITA DENGAN  SENGAJA
 Allah Subhanahu wata'ala berfirman : Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, “hendaknya mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat” (An Nur : 30).

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Adapun zina mata adalah melihat (kepada apa yang diharamkan Allah) (Hadits marfu’ riwayat Imam Ahmad, 2/69, shahihul jami’ : 3047)

Tetapi dikecualikan dari hukum di atas, bila melihat wanita untuk keperluan yang dibolehkan syariat. Misalnya seorang laki-laki memandang kepada wanita yang akan dilamarnya, demikian pula dengan dokter kepada pasiennya.

Hal yang sama, juga berlaku untuk wanita. Wanita diharamkan memandang kepada laki-laki bukan mahram dengan pandangan yang menyebabkan fitnah. Allah Tabaroka wata’ala berfirman: “Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya” (An Nur : 31).

Juga haram hukumnya memandang laki-laki yang belum baligh dan laki-laki tampan dengan pandangan syahwat. Haram bagi laki-laki melihat aurat laki-laki lain. Hal yang sama juga berlaku antar sesama wanita. Dan setiap aurat yang tidak boleh dilihat, tidak boleh pula untuk dipegang meski dengan dilapisi kain.

Termasuk perdayaan syaitan adalah melihat gambar-gambar porno, baik di majalah, film, televisi, video, internet, dan sebagainya. Sebagian mereka berdalih, semua itu adalah sekedar gambar, tidak hakekat yang sebenarnya. Namun bukankah sangat jelas bahwa semua itu berpotensi merusak (Akhlak) dan membangkitkan nafsu birahi?

5.     MENDENGARKAN DAN MENIKMATI MUSIK
 Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu bersumpah dengan nama Allah bahwa yang dimaksud dengan firman Allah: “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan, mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan” (Luqman : 6) adalah nyanyian [Tafsir Ibnu Katsir : 6/333]

Abi Amir dan Abi Malik Al Asy’ari Radhiallahu’anhu meriwayatkan, bersabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam: “Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamar, dan alat-alat musik” (HR Al Bukhari, Fathul Bari : 10/51)

Dan dalam hadits Anas bin Malik Radhiallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Kelak akan terjadi pada umat ini (tiga hal) : (mereka) ditenggelamkan (kedalam bumi), dihujani batu, dan diubah bentuk mereka, yaitu jika mereka minum arak, mengundang biduanita-biduanita (untuk menyanyi) dan menabuh (membunyikan) musik” [As Silsilah Ash Shahihah, 2203, diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam kitab Dzammul Malahi dan At Tirmidzi no : 2212].

Nabi Shallallahu’alaihi wasallam melarang gendang, lalu menyatakan, seruling adalah suara orang bodoh dan tukang maksiat. Para ulama terdahulu seperti Imam Ahmad Ibnu Hanbal Rahimahullah berdasarkan hadits–hadits shahih yang melarang alat-alat musik secara mutlak telah menetapkan haramnya alat-alat musik seperti kecapi, seruling, rebab, simbab, dan yang lainnya.

Tidak diragukan lagi, alat-alat musik modern yang kita kenal saat ini masuk dalam kategori alat-alat musik yang dilarang oleh Nabi Shallallahu’alaihi wasallam. seperti piano, biola, harpa, gitar, dan sebagainya. Bahkan alat modern tersebut lebih cepat mempengaruhi mabuknya jiwa dari pada alat-alat musik zaman dulu yang telah diharamkan dalam beberapa hadits.

Menurut penuturan para ulama, di antaranya Ibnu Qayyim, keterlenaan dan mabuknya jiwa akibat pengaruh nyanyian lebih besar bahayanya dari pada akibat minum arak. Kemudian tak diragukan lagi, pelanggarannya akan lebih keras dan dosanya akan lebih besar jika alat-alat musik tersebut diiringi dengan nyanyian, baik oleh biduan atau biduan wanita. Lalu, bahayanya akan lebih bertumpuk jika untaian kata-kata syairnya berkisah tentang cinta, asmara, kecantikan wanita atau kegagahan pria. Karena itu tidak mengherankan jika para ulama menyebutkan, nyanyian adalah sarana yang menghantarkan pada perbuatan zina, menumbuhkan perasaan nifak di dalam hati. Dan secara umum, nyanyian dan musik adalah tema besar zaman ini yang melahirkan banyak fitnah.

Musibah itu semakin menjadi-jadi, setelah pada saat ini kita saksikan musik menyelusup setiap barang dan ruang. Seperti jam dinding, bel, mainan anak-anak, komputer, pesawat telpon, dan sebagainya. Saat ini bahkan kita kenal istilah dakwah lewat musik. Adakah pencampuradukan antara kebenaran dan kebatilan yang lebih nyata dari ini ?

Untuk menghindari barbagai hal di atas sungguh memerlukan kekuatan hati yang tangguh. Mudah-mudahan Allah menjadi penolong kita semua. Amin …..


6.     ISBAL (MENURUNKAN ATAU MEMANJANGKAN PAKAIAN HINGGA DI BAWAH MATA KAKI)
 Di antara yang dianggap sepele oleh manusia, sedang di dalam pandangan Allah merupakan masalah besar adalah soal isbal, yaitu menurunkan atau memanjangkan pakaian hingga di bawah mata kaki, sebagian ada yang pakaiannya hingga menyentuh tanah, sebagian menyapu debu yang ada di belakangnya.

Abu Dzar Radhiallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Tiga (golongan manusia) yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak pula dilihat dan disucikan serta bagi mereka siksa yang pedih ; Musbil (orang yang memanjangkan pakaiannya sehingga di bawah mata kaki) dalam sebuah riwayat dikatakan: “Musbil kainnya. Lalu (kedua) mannan. Dalam riwayat lain di katakan: Yaitu orang-orang yang tidak memberi sesuatu kecuali ia mengungkit-ungkitnya. Dan (ketiga) orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu. (HR Muslim : 1/102)

Orang yang berdalih, saya melakukan isbal tidak dengan niat takabbur (sombong) hanyalah ingin membela diri yang tidak pada tempatnya. Ancaman untuk musbil adalah mutlak dan umum, baik dengan maksud takabbur atau tidak sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “Kain (yang memanjang) di bawah mata kaki tempatnya di neraka” (HR Imam Ahmad 6/254, Shahihul Jami’ :5571).

Jika seseorang melakukan isbal  dengan niat takabbur, maka siksanya akan lebih  dan berat, yaitu termasuk dalam sabda Nabi Shallallahu’alaihi wasallam : “Barangsiapa menyeret celananya dengan takabbur, niscaya Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat” (HR Al Bukhari: 3/465). Sebab dengan begitu ia melakukan dua hal yang diharamkan sekaligus, yakni isbal dan takabbur.

Isbal diharamkan dalam semua pakaian, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam yang diriwayatkan Ibnu Umar Radhiallahu’anhu : “Isbal itu dalam kain celana atau sarung, gamis (baju panjang) dan sorban. Barangsiapa yang menyeret daripadanya dengan sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat” (HR Abu Dawud :4/353, Shahihul Jami’ : 2660).

Adapun wanita mereka diperbolehkan menurunkan pakainnya sebatas satu jengkal atau sehasta untuk menutupi kedua telapak kakinya, sebab ditakutkan akan tersingkap oleh angin atau lainnya. Tetapi tidak dibolehkan melebihi yang wajar seperti umumnya busana pengantin (ala barat) yang panjangnya di tanah hingga beberapa meter, bahkan mungkin kainnya harus ada yang membawakan dari belakangnya.


Rahasia di Balik Senyuman

Berkata Al-Imam Al-Hafidzh Al-Faqih Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi rahimahullah, Allah Ta’ala berfirman:
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (Al Hijr: 88)
ولو كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنْفَضُّوا مِنْ حَوْلِك
“Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Al Imran: 159)
عن عدي بن حاتم رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اتقوا النار ولو بشق تمرة فمن لم يجد فبكلمة طيبة
Dari Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda: “Takutlah kalian dari api neraka, walaupun hanya dengan separuh biji kurma. Barangsiapa yang tidak mendapatinya, maka hendaknya dia berkata dengan perkataan yang baik”. (HR. Al-Bukhari no.1417 dan Muslim no.1016)
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: والكلمة الطيبة صدقة
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda : “Dan perkataan yang baik itu adalah shadaqah”. (HR. Al-Bukhari no. 2707 dan Muslim no. 1009)
عن أبي ذر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا تحقرن من المعروف شيئا ولو أن تلقى أخاك بوجه طلق
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda: “Janganlah engkau menganggap remeh kebaikan sekecil apapun, walaupun bertemu saudaramu hanya dengan wajah yang berseri-seri”. (HR. Muslim no. 2626)


Penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkenaan dengan ayat dan hadits diatas:
Apabila seseorang berjumpa dengan saudaranya sesama muslim, maka sudah sepatutnya ia menampakkan kegembiraan dan wajah yang berseri-seri serta bertutur kata yang baik, karena perbuatan yang demikian ini merupakan akhlaqnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam. Perangai seperti ini tidaklah dianggap menurunkan kewibawaan seseorang, melainkan akan mengangkat derajatnya, mendapatkan balasan serta pahala di sisi Allah Ta’ala. Hal ini sebagai bentuk ittiba’ (mengikuti) sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, karena sesungguhnya beliau orang yang selalu banyak senyum.
Seorang muslim sudah sepatutnya menampakkan wajah yang berseri-seri ketika berjumpa dengan saudaranya dan bertutur kata yang baik, hal ini diupayakan demi memperoleh pahala, kecintaan dan kasih sayang dari saudaranya serta menjauhi sifat sombong dan menganggap dirinya lebih tinggi dari hamba Allah yang lain. Kemudian Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan firman Allah Ta’ala:
“Dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman”. (Al Hijr: 88)
Berendah hati dalam ayat di atas yakni bersikap lembut dan tawadhu’ terhadap kaum mu’minin (bukan rendah diri atau minder, -pent), karena sesungguhnya seorang mu’min amat pantas diperlakukan demikian.
Adapun sikap terhadap orang-orang kafir, maka Allah Ta’ala telah membimbing kita sebagaimana dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِير
“Wahai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafiq serta bersikap keraslah terhadap mereka, dan tempat mereka adalah neraka jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (At-Taubah: 73)

Pada asalnya yang berhak direspon secara simpatik dengan menampakkan kegembiraan dan wajah yang berseri-seri hanyalah kaum mu’minin saja. Namun jika ada dari orang kafir yang diharapkan keislamannya, hendaknya kita bergaul dengan mereka juga dengan menampakkan kegembiraan serta wajah yang berseri-seri, dalam rangka mengharapkan keislamannya dan mengambil manfaat ketika berjumpa dengan mereka. Akan tetapi jika kita bersikap tawadhu’ dan menampakkan kegembiraan terhadap orang kafir itu justru membuat dia besar diri dan semakin bertambah kesombongannya terhadap kaum muslimin, maka dalam konteks seperti ini kita dilarang menunjukkan sikap ramah terhadap mereka.
Sesungguhnya dengan wajah yang berseri-seri, sahabatmu akan merasa senang. Dia akan membedakan orang yang bertemu denganmu, antara orang yang wajahnya kecut dan yang berseri-seri. Oleh karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam menasehati Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu:
“Janganlah engkau menganggap remeh kebaikan sekecil apapun, walaupun bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri-seri”. (HR. Muslim no. 2626)
Menampakkan wajah yang berseri-seri memiliki nilai kebaikan, karena perangai seperti ini dapat membuat saudaramu senang dan hatinya menjadi lapang. Namun jika hal tersebut digandengkan dengan tutur kata yang baik, maka akan menjadi dua kebaikan yang saling melengkapi.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda :
“Takutlah kalian dari api neraka, walaupun hanya dengan separuh biji kurma..”
Hendaklah kalian jadikan pelindung antara kalian dengan api neraka, yakni dengan bershadaqah separuh biji kurma. Karena dengan amalan ini akan melindungi kalian dari api neraka, tentunya jika Allah menerima amalan tersebut.

Namun apabila kalian tidak memiliki separuh biji kurma, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam telah memberikan alternatif yang juga dapat melindungi kalian dari api neraka yakni berupa perkataan yang baik. Seperti kalian bertanya tentang keadaan sahabat kalian
“kaifa anta?”, “kaifa haluka?” (bagaimana kabarmu?), 
“kaifa ikhwanuka?” (bagaimana kabar saudara-saudaramu?), 
“kaifa ahluka?” (bagaimana kabar keluargamu?) dan semisalnya. 

Hal ini termasuk kata-kata yang baik yang dapat membuat senang sahabat kalian dan melapangkan hati mereka. Semua perkataan yang baik itu termasuk shadaqah, dan Allah akan memberikan ganjaran serta pahala bagi orang yang mengamalkannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam :
“Kebaikan itu adalah akhlaq yang baik”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam juga bersabda :
“Kaum mu’minin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya”


Syarh Riyadhus Shalihin 2/581-582
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah

Alih Bahasa: Fikri Abul Hasa
http://madrasahjihad.wordpress.com/2011/01/11/rahasia-di-balik-senyuman/