Senin, 04 November 2013

HADITS-HADITS TERKAIT PUASA SUNNAH DIBULAN MUHARRAM

@  Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أفضل الصيام بعد رمضان ، شهر الله المحرم

“Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim)
@  Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:
ما رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يتحرى صيام يوم فضَّلة على غيره إلا هذا اليوم يوم عاشوراء ، وهذا الشهر – يعني شهر رمضان
“Saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih satu hari untuk puasa yang lebih beliau unggulkan dari pada yang lainnya kecuali puasa hari Asyura’, dan puasa bulan Ramadhan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Puasa Asyura’ (puasa tanggal 10 Muharram)
@  Dari Abu Musa Al Asy’ari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
كان يوم عاشوراء تعده اليهود عيداً ، قال النبي صلى الله عليه وسلم : « فصوموه أنتم ».
Dulu hari Asyura’ dijadikan orang yahudi sebagai hari raya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasalah kalian.” (HR. Al Bukhari)
@  Dari Abu Qatadah Al Anshari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
سئل عن صوم يوم عاشوراء فقال كفارة سنة
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Asyura’, kemudian beliau menjawab: “Puasa Asyura’ menjadi penebus dosa setahun yang telah lewat.” (HR. Muslim dan Ahmad).
@  Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:
قَدِمَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمَدِينَةَ وَالْيَهُودُ تَصُومُ عَاشُورَاءَ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ ظَهَرَ فِيهِ مُوسَى عَلَى فِرْعَوْنَ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – لأَصْحَابِهِ «أَنْتُمْ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْهُمْ ، فَصُومُوا».
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah, sementara orang-orang yahudi berpuasa Asyura’. Mereka mengatakan: Ini adalah hari di mana Musa menang melawan Fir’aun. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat: “Kalian lebih berhak terhadap Musa dari pada mereka (orang yahudi), karena itu berpuasalah.” (HR. Al Bukhari)

Keterangan:
1.         Puasa Asyura’ merupakan kewajiban puasa pertama dalam islam, sebelum Ramadlan. Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz radliallahu ‘anha, beliau mengatakan:
أرسل النبي صلى الله عليه وسلم غداة عاشوراء إلى قرى الأنصار : ((من أصبح مفطراً فليتم بقية يومه ، ومن أصبح صائماً فليصم)) قالت: فكنا نصومه بعد ونصوّم صبياننا ونجعل لهم اللعبة من العهن، فإذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناه ذاك حتى يكون عند الإفطار
Suatu ketika, di pagi hari Asyura’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Madinah untuk menyampaikan pesan: “Siapa yang di pagi hari sudah makan maka hendaknya dia puasa sampai maghrib. Dan siapa yang sudah puasa, hendaknya dia lanjutkan puasanya.” Rubayyi’ mengatakan: Kemudian setelah itu kami puasa, dan kami mengajak anak-anak untuk berpuasa. Kami buatkan mereka mainan dari kain. Jika ada yang menangis meminta makanan, kami memberikan mainan itu. Begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
2.         Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, puasa Asyura’ menjadi puasa sunnah. A’isyah radliallahu ‘anha mengatakan:
كان يوم عاشوراء تصومه قريش في الجاهلية ،فلما قد المدينة صامه وأمر بصيامه ، فلما فرض رمضان ترك يوم عاشوراء ، فمن شاء صامه ، ومن شاء تركه
Dulu hari Asyura’ dijadikan sebagai hari berpuasa orang Quraisy di masa jahiliyah. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melaksanakn puasa Asyura’ dan memerintahkan sahabat untuk berpuasa. Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, beliau tinggalkan hari Asyura’. Siapa yang ingin puasa Asyura’ boleh puasa, siapa yang tidak ingin puasa Asyura’ boleh tidak puasa. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
3.         Puasa Tasu’a (puasa tanggal 9 Muharram)
Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:
حين صام رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم عاشوراء وأمر بصيامه ، قالوا : يا رسول الله ! إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((فإذا كان العام المقبل ، إن شاء الله ، صمنا اليوم التاسع )) . قال : فلم يأت العام المقبل حتى تُوفي رسول الله صلى الله عليه وسلم
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Asyura’ dan memerintahkan para sahabat untuk puasa. Kemudian ada sahabat yang berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya hari Asyura adalah hari yang diagungkan orang yahudi dan nasrani. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tahun depan, kita akan berpuasa di tanggal sembilan.” Namun, belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamsudah diwafatkan. (HR. Al Bukhari)


Adakah anjuran puasa tanggal 11 Bulan Muharram?
Sebagian ulama berpendapat, dianjurkan melaksanakan puasa tanggal 11 Muharram, setelah puasa Asyura’. Pendapat ini berdasarkan hadis:
صوموا يوم عاشوراء وخالفوا فيه اليهود وصوموا قبله يوما أو بعده يوما
“Puasalah hari Asyura’ dan jangan sama dengan model orang yahudi. Puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.” (HR. Ahmad, Al Bazzar).

Hadis ini dihasankan oleh Syaikh Ahmad Syakir. Hadis ini juga dikuatkan hadis lain, yang diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra dengan lafadz:
صوموا قبله يوماً وبعده يوماً
“Puasalah sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya.”

Dengan menggunakan kata hubung وَ (yang berarti “dan”) sementara hadis sebelumnya menggunakan kata hubung أَوْ (yang artinya “atau”).

Al-Hafidz Ibn Hajar menjelaskan status hadis di atas:
Hadis ini diriwayatkan Ahmad dan al-Baihaqi dengan sanad dhaif, karena keadaan perawi Muhammad bin Abi Laila yang lemah. Akan tetapi dia tidak sendirian. Hadis ini memiliki jalur penguat dari Shaleh bin Abi Shaleh bin Hay. (Ittihaf al-Mahrah, hadis no. 2225)
Demikian keterangan Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Munajed.

Sementara itu, ulama lain berpendapat bahwa puasa tanggal 11 tidak disyariatkan, karena hadis ini sanadnya dhaif. Sebagaimana keterangan Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam ta’liq musnad Ahmad. Hanya saja dianjurkan untuk melakukan puasa tiga hari, jika dia tidak bisa memastikan tanggal 1 Muharam, sebagai bentuk kehati-hatian.
Imam Ahmad mengatakan:

Jika awal bulan Muharram tidak jelas maka sebaiknya puasa tiga hari: (tanggal 9, 10, dan 11 Muharram), Ibnu Sirrin menjelaskan demikian. Beliau mempraktekkan hal itu agar lebih yakin untuk mendapatkan puasa tanggal 9 dan 10. (Al Mughni, 3/174. Diambil dari Al Bida’ Al Hauliyah, hal. 52).

Disamping itu, melakukan puasa 3 hari, di tanggal 9, 10, dan 11 Muharram, masuk dalam cakupan hadis yang menganjurkan untuk memperbanyak puasa selama di bulan Muharram. Sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim)

Ibnul Qayim menjelaskan bahwa puasa terkait hari Asyura ada tiga tingkatan:
Tingkatan paling sempurna, puasa tiga hari. Sehari sebelum Asyura, hari Asyura, dan sehari setelahnya.
Tingkatan kedua, puasa tanggal 9 dan tanggal 10 Muharram. Ini berdasarkan banyak hadis.
Tingkatan ketiga, puasa tanggal 10 saja.
(Zadul Ma’ad, 2/72)


Bolehkah puasa tanggal 10 saja?
Sebagian ulama berpendapat, puasa tanggal 10 saja hukumnya makruh. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berencana untuk puasa tanggal 9, di tahun berikutnya, dengan tujuan menyelisihi model puasa orang yahudi. Ini merupakan pendapat Syaikh Ibn Baz rahimahullah.
Sementara itu, ulama yang lain berpendapat bahwa melakukan puasa tanggal 10 saja tidak makruh. Akan tetapi yang lebih baik, diiringi dengan puasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya, dalam rangka melaksanakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam majmu’ fatawa, Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya:
Bolehkah puasa tanggal 10 Muharam saja, tanpa puasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya. Mengingat ada sebagian orang yang mengatakan bahwa hukum makruh untuk puasa tanggal 10 muharram telah hilang, disebabkan pada saat ini, orang yahudi dan nasrani tidak lagi melakukan puasa tanggal 10.
Beliau menjawab:
Makruhnya puasa pada tanggal 10 saja, bukanlah pendapat yang disepakati para ulama. Diantara mereka ada yang berpendapat tidak makruh melakukan puasa tanggal 10 saja, namun sebaiknya dia berpuasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya. Dan puasa tanggal 9 lebih baik dari pada puasa tanggal 11. Maksudnya, yang lebih baik, dia berpuasa sehari sebelumnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Jika saya masih hidup tahun depan, saya akan puasa tanggal sembilan (muharram).” maksud beliau adalah puasa tanggal 9 dan 10 muharram….. Pendapat yang lebih kuat, melaksanakan puasa tanggal 10 saja hukumnya tidak makruh. Akan tetapi yang lebih baik adalah diiringi puasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya. (Majmu’ Fatawa Ibn Utsaimin, 20/42)

Semoga bermanfaat

* Dikutip dari berbagai Sumber

Senin, 02 September 2013

SALIM MAULA ABU HUDZAIFAH

Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan kepada para shahabatnya, katanya: “Ambillah olehmu al-Quran itu dari empat orang, yaitu: Abdullah bin Mas’ud, Salim maula Abu Hudzaifah, Ubai bin Ka’ab dan Mu’adz bin Jabal … !”
Dulu kita telah mengenal Ibnu Mas’ud, Ubai dan Mu’adz! Maka siapakah kiranya shahabat yang keempat yang dijadikan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai andalan dan tempat bertanya dalam mengajarkan al-Qur’an …? Ia adalah Salim radhiyallahu ‘anhu, maula Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu ….Pada mulanya ia hanyalah seorang budak belian, dan kemudian Islam memperbaiki kedudukannya, hingga diambil sebagai anak angkat oleh salah seorang pemimpin Islam terkemuka (Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu), yang sebelum masuk Islam juga adalah seorang bangsawan Quraisy dan salah seorang pemimpinnya. Dan tatkala Islam menghapus adat kebiasaan memungut anak angkat, Salim radhiyallahu ‘anhu-pun menjadi saudara, teman sejawat serta maula (= hamba yang telah dimerdekakan) bagi orang yang memungutnya sebagai anak tadi, yaitu shahabat yang mulia bernama Abu Hudzaifah bin ‘Utbah radhiyallahu ‘anhu.
Berkat karunia dan ni’mat dari Allah Ta’ala, Salim radhiyallahu ‘anhu mencapai kedudukan tinggi dan terhormat di kalangan Muslimin, yang dipersiapkan baginya oleh keutamaan jiwanya,serta perangai dan ketakwaannya. Shahabat Rasul yang mulia ini disebut “Salim radhiyallahu ‘anhu maula Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu”, ialah karena dulunya ia seorang budak belian dan kemudian dibebaskan! Dan ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa menunggu lama …, dan mengambil tempatnya di antara orang-orang Islam angkatan pertama. Kelebihannya yang paling menonjol ialah mengemukakan apa yang dianggapnya benar secara terus terang. Ia tidak menutup mulut terhadap suatu kalimat yang seharusnya diucapkannya, dan ia tak hendak mengkhianati hidupnya dengan berdiam diri terhadap kesalahan yang menekan jiwanya … !
Setelah kota Mekah dibebaskan oleh Kaum Muslimin, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengirimkan beberapa rombongan ke kampung-kampung dan suku-suku Arab sekeliling Mekah, dan menyampaikan kepada penduduknya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sengaja mengirim mereka itu untuk berda’wah bukan untuk berperang. Dan sebagai pemimpin dari salah satu pasukan ialah Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu.
Ketika Khalid radhiyallahu ‘anhu sampai di tempat yang dituju, terjadilah suatu peristiwa yang menyebabkannya terpaksa mengunakan senjata dan menumpahkan darah. Sewaktu peristiwa ini sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau memohon ampun kepada Tuhannya amat lama sekali sambil katanya: “Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang dilakukan oleh Khalid … !” Juga peristiwa tersebut tak dapat dilupakan oleh Umar radhiyallahu ‘anhu, ia pun mengambil perhatian khusus terhadap pribadi Khalid katanya: “Sesungguhnya pedang Khalid terlalu tajam … !”
Dalam ekspedisi yang dipimpin oleh Khalid radhiyallahu ‘anhu ini ikut Salim radhiyallahu ‘anhu maula Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu serta shahabat-shahabat lainnya Dan demi melihat perbuatan Khalid tadi, Salim radhiyallahu ‘anhu menegurnya dengan sengit dan menjelaskan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya. Sementara Khalid, pahlawan besar di masa jahiliyah dan di zaman Islam itu, mula-mula diam dan mendengarkan apa yang dikemukakan temannya itu kemudian membela dirinya, akhirnya meningkat menjadi perdebatan yang sengit. Tetapi Salim radhiyallahu ‘anhu tetap berpegang pada pendiriannya dan mengemukakannya tanpa takut-takut atau bermanis mulut.
Ketika itu ia memandang Khalid bukan sebagai salah seorang bangsawan Mekah, dan ia pun tidak merendah diri karena dahulu ia seorang budak belian, tidak..! Karena Islam telah menyamakan mereka! Begitu pula ia tidaklah memandangnya sebagai seorang panglima yang kesalahan-kesalahannya harus dibiarkan begitu saja, tetapi ia memandang Khalid sebagai serikat dan sekutunya dalam kewajiban dan tanggung jawab. Serta ia menentang dan menyalahkan Khalid itu bukanlah karena ambisi atau suatu maksud tertentu, ia hanya melaksanakan nasihat yang diakui haqnya dalam Islam, dan yang telah lama didengarnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa nasihat itu merupakan teras dan tiang tengah Agama, sabdanya: Agama itu ialah nasihat … ! “Agama itu ialah nasihat … ! “Agama itu ialah nasihat … ! Dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar perbuatan Khalid bin Walid, beliau bertanya, katanya: “Adakah yang menyanggahnya … ? Alangkah agungnya pertanyaan itu, dan alangkah mengharukan… ! Dan amarahnya shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi surut, ketika mereka mengatakan pada beliau: “Ada, Salim radhiyallahu ‘anhu menegur dan menyanggahnya … !’
Salim radhiyallahu ‘anhu hidup mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang beriman. Tidak pernah ketinggalan dalam suatu peperangan mempertahankan Agama, dan tak kehilangan gairah dalam suatu ibadah. Sementara persaudaraannya dengan Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, makin hari makin bertambah erat dan kukuh jua! Saat itu berpulanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke rahmatullah. Dan khilafat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menghadapi persekongkolan jahat dari orang-orang murtad. Dan tibalah saatnya pertempuran Yamamah ! Suatu peperangan sengit, yang merupakan ujian terberat bagi Islam… !
Maka berangkatlah Kaum Muslimin untuk berjuang. Tidak ketinggalan Salim radhiyallahu ‘anhu bersama Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu radhiyallahu ‘anhu saudara seagama.
Di awal peperangan, Kaum Muslimin tidak bermaksud hendak menyerang. Tetapi setiap Mu’min telah merasa bahwa peperangan ini adalah peperangan yang menentukan, sehingga segala akibatnya menjadi tanggung jawab bersama! Mereka dikumpulkan sekali lagi oleh Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu, yang kembali menyusun barisan dengan cara dan strategi yang mengagumkan. Kedua saudara, Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu dan Salim radhiyallahu ‘anhu berpelukan dan sama berjanji siap mati syahid demi Agama yang haq, yang akan mengantarkan mereka kepada keberuntungan dunia dan akhirat. Lalu kedua saudara itu pun menerjunkan diri ke dalam kancah yang sedang bergejolak … ! Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berseru meneriakkan: “Hai pengikut-pengikut al-Quran… ! Hiasilah al-Quran dengan amal-amal kalian … !” Dan bagai angin puyuh, pedangnya berkelibatan dan menghunjamkan tusukan-tusukan kepada anak buah Musailamah…, sementara Salim radhiyallahu ‘anhu berseru pula, katanya: – “Amat buruk nasibku sebagai pemikul tanggung jawab al-Quran, apabila benteng Kaum Muslimin bobol karena kelalaianku… !” “Tidak mungkin demikian, wahai Salim radhiyallahu ‘anhu… ! Bahkan engkau adalah sebaik-baik pemikul al-Quran … !”ujar Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu. Pedangnya bagai menari-nari menebas dan menusuk pundak orang-ouang murtad, yang bangkit berontak hendak mengembalikan jahiliyah Quraisy dan memadamkan cahaya Islam ….
Tiba-tiba salah sebuah pedang orang-orang murtad itu menebas tangannya hingga putus …, tangan yang dipergunakannya untuk memanggul panji Muhajirin, setelah gugur pemanggulnya yang pertama, ialah Zaid bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu. Tatkala tangan kanannya itu buntung dan panji itu jatuh segeralah dipungutnya dengan tangan kirinya lalu terus-menerus diacungkannya tinggi-tinggi sambil mengumandangkan ayat al-Quran berikut ini: Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. 3:146)
Wahai, suatu semboyan yang maha agung… ! Yakni semboyan yang dipilih Salim radhiyallahu ‘anhu saat menghadapi ajalnya … !
Sekelompok orang-orang murtad mengepung dan menyerbunya, hingga pahlawan itu pun rubuhlah. Tetapi ruhnya belum juga keluar dari tubuhnya yang suci, sampai pertempuran itu berakhir dengan terbunuhnya Musailamah si Pembohong dan menyerah kalahnya tentara murtad serta menangnya tentara Muslimin. Dan ketika Kaum Muslimin mencari-cari korban dan syuhada mereka, mereka temukan Salim radhiyallahu ‘anhu dalam sekarat maut. Sempat pula ia bertanya pada mereka: “Bagaimana nasib Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu?” “Ia telah menemui syahidnya”, ujar mereka. “Baringkan daku di sampingnya “,  katanya pula. “lni dia di sampingmu, wahai Salim radhiyallahu ‘anhu !  Ia telah menemui syahidnya di tempat ini !”  Mendengar jawaban itu tampaklah senyumnya yang akhir dan setelah itu ia tidak berbicara lagi. Ia telah menemukan bersama saudaranya apa yang mereka dambakan selama ini.  Mereka masuk Islam secara bersama. Hidup secara bersama dan kemudian mati syahid secara bersama pula. Persamaan nasib yang amat….yang amat indah … !



Rabu, 24 Juli 2013

MADING TENTANG WAKTU


             Mading ini kami buat beberapa bulan yang lalu, yang berisi beberapa waktu yang utama untuk berdoa dan beribadah. Beribadah di waktu tertentu dapat berbuah pahala yang berlipat ganda dan ada waktu2 tertentu yang bila kita berdoa pada waktu tersebut maka kemungkinan besar doa kita akan diijabah.
            Karena keterbatasan ruang maka kami hanya memasukkan beberapa waktu diantara begitu banyak waktu2 yang memiliki keutamaan tersendiri.

Berikut beberapa isi dari mading di atas :











Kamis, 18 Juli 2013

WAKTU2 UTAMA UNTUK BERDOA & BERIBADAH

Ada beberapa waktu yang memiliki keutamaan, dimana amalan pahala kita akan dilipatgandakan dan doa pada waktu tersebut akan mustajab. Sembilan diantaranya:

MANSET TANGAN TIMBAL BALIK DARI KAOS BEKAS

        Bagaimana jika pakaian kaosmu tersangkut kemudian sobek, terkena sesuatu yang menyebabkannya berlubang, ataukah terciprat noda yang tidak dapat dihilangkan??? Kaos bekas seperti ini akan sayang jika dibuang karena masih dapat dijadikan sesuatu hal yang bermanfaat. Dengan   sedikit  kreativitas,  kita  dapat menyulapnya menjadi manset tangan dengan kombinasi warna yang dapat digunakan timbal balik. Berikut cara pembuatannya :
  1. Pilih kaos yang memiliki tekstur kain yang lembut dan agak elastis. Gunting kaos bekas tersebut  membentuk persegi,  tinggi 20 cm dan lebar 18 cm,  atau  sesuai ukuran yang kamu inginkan.
  2. Tumpuk dan pasangkan dua potongan kaos dengan warna yang berbeda kemudian jahit pada bagian lingkar lengan  bawah seperti pada gambar di samping. 
  3. Buka susunan kaos. Bagian jahitan penyambung lingkar lengan bagian bawah,  diposisikan pada bagian luar lipatan, kemudian jahit kedua sisi kaos dalam bentuk memanjang.
  4. Dan langkah terakhir, balik setengah kaosnya, pada bagian lingkar lengan atas, masing-masing ujung kain dilipat bagian ke arah dalam kemudian dijahit. 
Nah, selesai deh,. Gimana, mudah bukan ??!! Nah, jika kamu punya banyak kaos bekas,
 Mari mulai berkreasi...... :)

Agar kamu mudah mengerti, lihat gambar2 berikut:
Step 1
Step 2




step 3
Step 4



Rabu, 29 Mei 2013

Kisah Nyata - PENYESALAN...

Dari Fahmi di Jawa Timur 
Assalamu ‘alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh 
Pendengar Nurani yang budiman, penyesalan memang selalu datang terlambat pada kehidupan kita, dan penyesalan terkadang hanya memberi duka yang mendalam pada kita, disaat mengenang kembali sejarah silam yang menjadi penyebab penyesalan itu muncul..., demikan yang aku alami saat ini. Duka yang teramat mendalam itu kini masih mendera dalam lubuk hatiku yang paling dalam, saat menyadari bahwa saat ini aku tengah kembali menyendiri, setelah setahun silam orang yang sangat mengasihi aku, orang yang sangat peduli padaku telah dipanggil oleh Allah. 
Pendengar Nurani yang budiman, aku adalah seorang lelaki yang telah membina mahligai rumah tangga bersama seorang wanita sholehah sejak tahun 2004 silam, kuakui, memang pernikahan itu terjadi karena perjodohan yang diinginkan oleh Orang tua kami masing-masing, sebab orang tuaku dan orang tua Maryam (Nama istriku,-samaran) adalah memiliki ikatan keluarga, meskipun ikatan itu tidak terlalu dekat, akan tetapi masa kecil mereka hingga dewasa dan menikahnya hampir selalu bersama (Ayahku dan ayahnya maryam berteman sejak kecil) sehingga kesepakatan untuk menjodohkan kami selaku anak-anaknya tak bisa dielakkan lagi. Jujur aku sendiri awalnya tidak begitu respek dengan perjodohan itu, dan ketidak respekan itu bukan tanpa alasan, betapa tidak, pertama usiaku dan maryam terpaut 4 tahun, saat menikah saat itu usia maryam memasuki 28 tahun sementara aku masih berusia 24 tahun. Yang kedua Maryam memiliki latar belakang pemahaman agama yang sangat kuat, sementara aku mengenal islam hanya dari kulitnya saja (Islam KTP).  Maka dari perbedaan itulah membuat aku jadi tidak respek dengan rencana perjodohan itu, sementara kudengar dari beberapa teman kampusku yang mengenal organisasi dimana Maryam bernaung, katanya hampir semua bahkan mungkin semua wanita seperti maryam yang taat dalam memegang syariat islam serta menggunakan cadar memiliki impian bisa menikah dengan lelaki yang memiliki ketaatan yang sama seperti mereka, lelaki sholeh, berjenggot dengan celana diatas mata kaki. Dan aku sendiri yakin saat perjodohan itu direncanakan, ada sejuta protes dihati Maryam menyadari bahwa lelaki seperti akulah yang dijodohkan dengannya, tetapi kondisilah yang tidak membuatnya sanggup untuk melawan keinginan orang tuanya, apalagi aku juga sangat mengenal watak orang tua maryam yang keras. Begitulah.., tak pernah terlintas dalam benak kami berdua bahwa justru berbagai perbedaan itu menyatukan kami berdua dalam sebuah ikatan pernikahan yang suci, dan setuju atau tidak, ihlas atau tidak akhirnya tahun 2004 itulah awal kebersamaan kami menjalani biduk rumah tangga. 
Pendengar nurani yang baik, usai pernikahan tersebut dilaksanakan, terasa ada banyak hal yang lain kurasakan, betapa tidak, aku lelaki yang tidak memiliki bekal pengetahuan agama lantas harus menikah dengan seorang gaids muslimah yang taat dan bercadar, banyak hal berkecamuk dalam benakku, haruskah aku hidup dalam bayang-bayang istriku dan turut ikut arus dengan kehidupannya yang kental dengan agama itu?, atau sebaliknya haruskah aku memaksanya untuk ikut arus dengan kehidupanku yang santai dan apa adanya? Fikiran-fikiran itulah mulai muncul dalam benakku diawal pernikahan kami, dan aku sendiri bingun mau dibawa kemana biduk rumah tangga kami yang dibangun dengan banyak perbedaan ini.  Jujur, sebenarnya aku melihat dan menyaksikan sendiri bahwa istriku adalah istri yang sangat baik, melayaniku sepenuh hati dalam segala hal, meskipun aku tahu mungkin tidak ada cinta dihatinya untukku, tetapi tak sedikitpun kata-kata protes keluar dari bibirnya. Setiap hari aktifitas ibadahnyapun masih terus berlangsung tanpa sedikitpun mengusik ketenanganku, maksudku, tak sedikitpun dia mengoceh memintaku untuk sholat bila tiba waktu sholat, semuanya berlalu begitu saja. Demikian pula aku sering mendapatinya selalu eksis mendirikan sholat malam dan akupun tak pernah memprotesnya. 
Pendengar Nurani yang budiman Waktu terus berlalu dan tanpa terasa pernikahan kami telah membuahkan hasil, dimana setahun setelahnya lahirlah bayi mungil hasil pernikahan kami, bayi laki-laki yang akhirnya kuberi nama Frans meskipun ibunya cenderung memanggilnya Ahmad, lucu memang, bila bayi itu berada ditanganku, maka aku memanggil dia dengan sebutan frans, biar keren dan ikut perkembangan zaman (Cara pandangku terhadap nama-nama anak dizaman modern ini).  Sementara bila sikecil mungil itu berada dalam buaian maryam, maka namanya berubah menjadi Ahmad, pernah bebrapa kali aku menegurnya : ‘Hei.., dizaman semodern ini koq masih pakai nama Ahmad sih..yang keren dikit dong, seperti nama yang sudah kukasi padanya “FRANS”, supaya gak malu-maluin.., zaman modern koq masih pakai nama ahmad, apa kata dunia...’ itulah celotehku setiap kali mendengar istriku memanggil frans sikecil jagoanku dengan sebutan Ahmad. Tetapi tak ada sedikitpun maryam menanggapi celotehku, dan semua berlalu begitu saja. 
Pendengar nurani yang baik, jujur ada satu hal yang paling membuat aku jengkel dari istriku, ditengah aktifitas kantorku yang padat, dari dulu sampai memasuki setahun pernikahan kami pasti setiap hari selasa dia selalu meminta diantarkan kerumah Gurunya (Murobbiyah-), katanya tarbiyah, dan pasti setiap hari selasa itu pertengkaran pun sering terjadi, betapa tidak, aku yang sibuk dengan pekerjaan kantor harus menerima telepon dan sms darinya meminta diantarkan kerumah gurunya itu, dan kalau telepon dan sms2nya gak dibalas pasti akan disusul dengan telepon dan sms susulan “Abi, tolong antarkan ummi tarbiyah dong, tinggal sejam lagi tarbiyah akan dimulai” begitu gambaran smsnya padaku menjelang waktu tarbiyahnya dimulai, dan selalu dikirimnya dengan sms susulan yang bunyinya tambah memelas penuh pengharapan, dan akhirnya membuatku mau tidak mau harus pulang kerumah dan mengantarnya ketempat tarbiyahnya. Pokoknya sejak saat itulah setiap hari selasa pasti masalah yang timbul itu2 saja, dan aku sangat jengkel sekali bila haru pulang rumah dari kantor hanya untuk mengantar dan menjemputnya lagi. Jadinya sebelum mengantar dan menjemputnya pasti selalu diawali dengan pertengkaran kecil. Aku sendiri sudah pernah memperingatnya untuk berhenti menekuni tarbiyahnya itu, tetapi disetiap permintaan itu kulontarkan, pasti air matanya akan mengucur deras sambil berujar “abi, maafkan ummi, bukannya ummi tidak mentaati perintah abi, tapi ummi mohon jangan putuskan tarbiyah ummi, sebab bila itu terjadi, pasti hati ummi akan terasa gersang karenanya, sebab dari waktu sepekan, hanya ada satu hari ummi berkumpul dengan teman-teman ummi dan membicakan kondisi ummat saat ini serta hal-hal lain yang bisa membuat ummi merasa damai dalam menjalani hidup ini” Hmm.., jujur mendengar permintaannya yang memelas itu sedikit membuatku tergugah dan sedikit penasaran, apa sih tarbiyah itu? koq istriku selalu memberi alasan bahwa hatinya akan selalu tenang dan damai kalau ikut tarbiyah, maksudnya apa sih, gak faham deh...’ ujarku dalam hati. Dan hal lain yang membuatku tidak suka adalah panggilan sayangnya padaku “Abi”, huhhggg..apa gak ada panggilan yang lebih keren apa??, papi kek, kang mas kek, koq panggil Abi..., pernah beberapa kali saat tamuku dari kantor datang kerumah kupanggil dia dengan sebutan mami saat aku minta dibuatkan minuman, tetapi malah di jawabnya iya abi, huuhhgg jengkelnya aku saat itu, entahlah, mungkin karena sudah terbiasa jadinya dia selalu keceplosan, padahal sudah ada kesepakatan sebelumnya bahwa panggilan abi dan ummi itu kuizinkan diberlakukan saat berdua saja, selebihnya harus komitmen dengan panggila papi dan mami, tetapi dasar dikarenakan apa, selalu saja dia lupa dengan kesepakatan itu. 
Pendengar nurani yang baik, kuakui bahwa istriku begitu baik padaku, bahkan dimataku hampir-hampir tak ada cacat dan celahnya kebaktiannya padaku, dari sisi biologis aku selalu dipenuhi, keperluan hariankupun tak sedikitpun terlalaikan olehnya, tetapi yang membuat aku sangat jengkel aktifitas dakwahnya masih terus jalan, bahkan teman-temannya selalu datang kerumah untuk menimba ilmu darinya, katanya Mutarrobbinya. Jujur aku sebenarnya gak masalah bila ada yang datang bertamu kerumah, tetapi kalau sudah ditentukan hari yang rutin kemudian dengan jumlah tamu yang berpakaian sama dengan jumlah yang tidak sedikit, apa nantinya tanggapan para tetangga, dan hal itupun menjadikan pertengkaran kecil diantara kami. “Mi, aku malas jadi bahan omongan orang, katanya kita memelihara aliran sesatlah, aliran yang tidak jelaslah, bisa nggak sih untuk yang satu ini mami ikuti permintaan papi, tolong.., jangan bawa teman2 mami itu kerumah.., apalagi mereka ngumpul hampir setiap pekan sekali...” celotehku disuatu hari. “Astagfirullah abi, mengapa abi mempersoalkan pandangan tetangga ketimbang pandangan Allah, insya Allah dalam rutinitas tarbiyah ummi ini tidak sedikitpun kaitannya dengan aliran sesat atau apalah yang mereka tuduhkan, semua ini hanyalah pengajian biasa yang hanya memperdalam halafalan Al-Qur’an dan hadist dan mengevaluasi diri-diri kita melalui majelis ilmu seperti ini, tidak lebih abi..demi Allah...”  “Hahh.., pokoknya papi tidak setuju, apapun alasannya..., kalau mami mau menghidupkan majelis-majelis ilmu seperti yang mami bilang itu, maka silahkan cari tempat lain, jangan dirumah ini...” ujarku lagi “Tapi abi.., kalau ummi mencari tempat lain itu artinya akan menjadi 2 hari dalam sepekan ummi keluar rumah, dan itu artinya akan menyita waktu abi untuk antar-jemput ummi, bukankah abi tida suka direpotkan..?, ummi mohon sama abi.., mohon diizinkan.., semoga dengan berlalunya waktu para tetangga perlahan-lahan akan faham, dan insya Allah ummi pula akan bersilaturahim kerumah ibu-ibu tetangga untuk bersosialisasi dengan mereka tentang hal ini, insya Allah mereka faham dan akan balik mendukung majelis ini, ummi hanya memohon dukungan abi..” “hah..terserah mami saja deh..pokoknya papi tidak akan ikut campur bila ada para tetangga yang mengamuk gara-gara masalah ini.., dan kalaupun itu terjadi, silahkan mami sendiri yang berurusan dengan mereka..!!” celotehku sambil berlalu meninggalkan istriku yang tertunduk diam, kudengan suara paraunya berujar “Insya Allah abi..” 
Pendengar Nurani yang budiman, perjalan waktu semakin membawa pernikahan kami pada usia yang lebih dewasa, dan Alhamdulillah ditahun ke 3 pernikahan kami, lahir lagi bayi mungil kecil dari rahim istriku, bayi mungil berjenis kelami perempuan itu kuberi nama Jesica (agar lebih keren), meskipun seperti halnya Frans, istriku memberi nama lain jesica dengan panggilan Fatimah. Aduhh...kuno bangett..ujarku dalam hati mendengar panggilan Fatimah dari mulut istriku saat menggendong jesica. Dan begitulah, terasa aneh memang, persatuan kami dalam sebuah ikatan pernikahan tidak lantas membuat kami bersatu dalam hal-hal yang prinsip, termasuk pada pemberian nama putra-putri kami, jadilah 2 nama sekaligus disandang oleh Putra-putri kami, FRANS dan JESICA sapaan akrabku untuk kedua permata hatiku, sementara AHMAD dan FATIMAH sapaan akrab ibunya untuk keduanya, terasa aneh memang tetapi itulah yang telah terjadi dalam pernikahanku, tidak hanya itu saja, dalam panggilan aku dan istrikupun sering ada perbedaan yang kontras diantara kami, aku terbiasa menggunakaan sapaan PAPI dan MAMI untuk kami berdua, sementara istriku terbiasa dengan gelar ABI dan UMMI, pokoknya aneh banget kalau di bayangkan, tetapi itu realita. 
Pendengar Nurani yang budiman, suatu hari terjadi pertengkaran hebat antara aku dan Maryam, seperti biasa masalahnya adalah mengantarnya ketempat tarbiyahnya, saking jengkelnya karena sudah kuperingati agar berhenti dari aktifitas itu, akhirnya aku tidak menggubris permintaannya, kumarahi dia dengan kemarahan yang luar biasa marahnya menanggapi permintaan itu, bahkan kepadanya kulontarkan makian tak layak dilontarkan karena saking ngototnya istriku meminta diantarkan ketempat tarbiyahnya. “dasar istri durhaka, ditaru dimana ilmu yang kau pelajari hah samapi-sampai begitu kerasnya membatah keinginan suami?, atau memang kau mau cari-cari alasan ya supaya papi murka dan naik pitam?, bukankah papi sudah ingatkan kalau masalah mengantar saja yang selalu jadi soal, maka berhenti..., apa susahnya sih?, tapi kalau mami mau ngotot ikut tarbiyah itu lagi, silahkan.., jalan sendiri dan pulang kerumah juga sendiri, amankan..?,  Jujur sebenarnya papi dari dulu tidak respek dengan aktifitasmu ini, tapi karena setiap kali kau memohon dengan tetean air mata maka papipun mengizinkannya, tapi kalau begini caranya kayaknya papi sudah tidak respek lagi deh, jadi untuk kali ini mami dengarkan papi ‘TOLONG BERHENTI IKUT TARBIYAH itu, titik..!!!” ujarku dengan kemarahan yang sudah memuncak sampai keubunn, hingga akhirnya dia melontarkan kata-kata yang membuatku sedikit terdiam tak berkutik: 
“Abi, andai tidak menjaga kehormatanku sebagai seorang istri yang tak pantas keluar rumah tanpa mahrom, maka mungkin ummi tidak akan pernah memelas seperti ini pada abi, dan mungkin ummi sudah keluyuran sendiri sesuka hati ummi layaknya wanita-wanita lain yang kelayapan sesuka hati mereka mesti tanpa sepengtahuan suami-suami mereka, ummi hanya ingin, agar kemurkaan Allah tidak menimpa ummi mana kala ummi harus bepergian tanpa mahrom, padahal ummi telah memiliki mahrom, apalagi kantor abi sangat dekat dengan rumah kita dan waktu tarbiyah ummipun selama ini bertepatan dengan waktu istirahat kantor abi, apa ummi salah bila ummi meminta sedikit waktunya abi untuk sekedar mengantar ummi ketempat tarbiyah. Maafkan ummi bila sudah membuat abi marah, hukum ummi bila salah..cambuk ummi bila ummi khilaf.., tapi sekali lagi semua ini ummi lakukan untuk menjaga kehormatan ummi sebagai seorang istri, terus terang ummi sering merasa cemburu dengan teman-teman tarbiyah ummi, ummi cemburu melihat keahagiaaan mereka yang begitu datang tarbiyah diantar oleh suami-suami mereka dengan penuh cinta, dikecup sebelum mereka berpisah, dan dijemput lagi dengan penuh kesabaran meskipun suami-suami mereka jauh lebih sibuk dari abi. Bahkan ummi sangat cemburu melihat salah seorang teman ummi yang rumahnya tidak jauh dari tempat tarbiyahnya, tetapi suaminya tak sedikitpun membiarkan istrinya keluar rumah tanpa didampinginya lalu ditinggalkalah pekerjaannya hanya untuk mengantar istrinya ketempat tarbiyah yang sebetulnya tak jauh dari rumahnya, sekali lagi maafkan ummi abi...”
 jawab istriku dengan deraian air mata, mendengar semua itu hatiku sedikit tersenuth, ada semacam kaeharuan mengalir dari dalam hatiku, akan tetapi buru-buru perasaan itu kutepis dan berlalu meninggalkannya. 
Pendengar Nurani yang baik, hingga suatu hari ketika usia pernikahan kami memasuki tahun ke lima, terjadi kejadian tragis pada istriku, sebuah kejadian yang membuat mata hatiku terbuka dan menyadari kekhilafanku selama ini, yah, suatu hari istriku meminta diantarkan tarbiyah dan dengan hati yang menggerutu aku mengantarnya ketempat tarbiyahnya, tetapi sebelumnya aku sudah ingatkan dia agar setelahnya dia naik angkot sendiri untuk pulang kerumah, pada hari itu aku sebetulnya tidak sedang banyak kerjaan, bahkan saat itu aku sedang santai dirumah bersama kedua permata hatiku yang memang hari itu aku minta pada istriku untuk meninggalkan mereka dirumah bersama ibuku (nenek dari anak-anakku), hingga beberapa waktu kemudian datang sebuah sms di hp-ku, ya, sebuah sms dari istriku yang berbunyi “Assalamu ‘alaikum, afwan abi, alhamdulillah ummi sudah selesai tarbiyah, bisa jemput ummi sekarang ??” begitulah isi sms dari istriku yang hanya kubaca saja lalu kuletakkan kembali hpku. Beberapa menit kemudian masuk lagi sms darinya dengan bunyi “afwan abi, semua teman-teman ummi sudah dijemput suami-suaminya, tinggal ummi sendiri disini, tuan rumahnya mau keluar sekeluarga (maksudnya murobbiyahnya sekeluarga), sementara waktu mau magrib, tolong jemput ummi ya..!” isi sms itu lagi, tapi lagi-lagi sms itu hanya kubaca dan kuletakkan kembali hp-ku di meja TV, beberapa kali kudengar hpku berdering dan aku berfikir bahwa itu telepon dari istriku, hingga sms terakhir darinya kembali masuk ke hp-ku “afwan abi, abi sakit ya, ya udah kalau gitu, ummi mohon izin naik angkot aja, doakan ummi semoga sampai dengan selamat kerumah ya, uhibbuka fillah” isi sms istriku yang ke-tiga kalinya, hatiku lega saat membaca sms itu, dan itu artinya aku tak perlu lagi menjemputnya, aku sendiri berharap bahwa ini adalah awal yang baik baginya, supaya kedepannya dia bisa mandiri dan berangkat sendiri ke tempat tarbiyahnya sendiri. 
Pendengar Nurani yang budiman, malam semakin larut namun istriku tak kunjung tiba kerumah, padahal prediksiku dua jam yang lalu seharunya dia tiba dirumah, tapi kok hingga 2 jam berlalu dia tak kunjung tiba, ada apa gerangan??, apa dia tidak tahu jalan pulang?, aduh gimana nih..? ujarku dalam cemas, beberapa kali aku hubungi nomor hpnya tapi tidak dijawab-jawab dan itu membuat aku lebih bertambah cemas, ditambah lagi dengan Frans yang mulai rewel karena mungkin rindu dengan ibunya, sebab memang hari ini adalah hari pertama ibunya tarbiyah tanpa mengajak Frans dan Jesica, ada apa dengan maryam ya..? Ya Allah ada apa dengan istriku?, ujarku semakin cemas, dan entah mengapa malam itu perasaanku sedikir berbeda dari biasanya, aku merasakan seperti sangat mencinta istriku dan begitu takut kehilangnnya, bahkan aku merasa bahwa hari itu entah mengapa rasa rinduku tiba-tiba mulai menyelinap dalam bathinku, ada apa ini. 
Pendengar, hingga beberapa jam kemudian hp-ku berdering dan Alhamdulillah ternyata nomor istriku menelpon, hatiku sangat girang saat itu, dengan buru-buru kuangkat teleponnya “hallo..,mami dimana..? koq belum nyampe-nyampe?” tanyaku dengan nada cemas, tetapi alangkah kagetnya aku ketika kudengar bukan suaranya yang menjawab melainkan suara seorang wanita yang sangat asing ditelingaku. “maaf pak, hp ini milik istri bapak ya?, begini pak, tadi sore sekitar 3 jam yang lalu istri bapak mengalami kecelakaan, beliau di tabrak mobil saat keluar dari mesjid dan tubuhnya menghatam tembok pagar mesjid, sepertinya beliau lagi nunggu angkot dan singgah sebentar untuk sholat magrib di Masjid, mobil yang menabraknya sudah melarikan istri bapak kerumah sakit terdekat tetapi ditengah perjalanan karena banyaknya darah yang keluar istri bapak meninggal dunia, sekarang istri bapak di Hospital XXXXX tepatnya dikamar jenazah, mohon bapak segera datang” jawab wanita itu terbata memberikan keterangan atas kondisi istriku, dengan sedikit gemetar seakan tak percaya tiba-tiba HP yang ada dalam genggamanku terlepas dan terjuntal kelantai, air mataku tiba-tiba turn dengan deras dari kelopak mataku, sedih.., menyesal atas semua tindakanku selama ini padanya, dan dengan masih perasaan tak percaya aku segera bergegas menuju Hospital yang telah ditunjukan padaku. Bergegas aku kekamar jenazah mengikuti arahan salah seorang petugas jaga, dan Subhanallah, kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri tubuh istriku yang terbaring kaku bersimbah darah, ditubuhnya masih lengkap dengan pakaian syar’i dengan cadar hitamnya masih menutup wajahnya, menurut salah seorang wanita yang berdiri tak jauh dari ranjang dimana istriku dibaringkan (Wanita yg menelpon aku dan mengabarkan istriku kecelakaan), menurutnya mereka dan tim medis sengaja tidak membuka pakaian yg dikenakan wanita bercadar itu atas permintaannya saat sekarat manakala dilarikan ke RS, beliau meminta agar jangan sampai ada lelaki yang menyentuhnya dan membuka auratnya sampai keluarganya datang menjemputnya, wanita tersebut menuturkan dengan deraian air mata, menurutnya lagi saat sekarat tak ada sedikitpun tanda-tanda kesakitan pada wajah istriku, bahkan hingga nyawanya berpisah dari raganya. Ya Allah, betapa mulianya hati istriku, hingga dalam keadaan sekaratpun dia masih meminta agar kehormatannya tetap dijaga, perlahan bayangan masa lalu kami kembali terpampang dalam benakku, betapa istriku takut bepergian sendiri tanpa ada mahrom, bahwa betapa kuatnya dia menjaga kehormatannya sebagai seorang muslimah, tetapi aku telah lalai dari menjaganya, ya Allah ampuni aku..., ampuni aku..., terlalu banyak dosa yang telah kuperbuat selama hidupku. 
Pendengar Nurani yang budiman, hingga saat ini kesedihan itu masih terus menggerogoti perasaanku, meskipun sebuah kesyukuran sendiri buatku sebab setelahnya Hidayah itu menyapaku. Tetapi sungguh, hanya Allah yang tahu isi hati ini, bahwa hingga hari ini aku belum bisa melupakannya dan memafkan diriku sendiri, apalagi mengingat betapa mulianya hati istriku, jujur selama pernikahan kami, tak pernah satupun dia kuberikan uang gajiku, bahkan dia tidak tahu berapa penghasilanku setiap bulannya, Subhanallah, begitu sabarnya dia padaku, dan yang lebih membuatku sangat bersedih lagi adalah tak pernah satu kalipun selama pernikahan kami aku membelikannya pakaian yang syar’i, seingatku pakaian muslimah syar’i yang dipakainya selama menikah denganku adalah pakaian yang memang telah dimilikinya sebelum menikah denganku dan lagi-lagi dia tidak pernah mengeluh padaku, kudapati pula jubah yang dipakainya saat kecelakaan itu telah sobek dibagian punggungnya, dan dari sobekan itu sudah ada jahitan2 sebelumnya yang telah lapuk, andai saja dia tidak memakai jilbab besar, mungkin sobekan itu akan terlihat jelas. Dan hal lain yang mebuat aku semakin pilu adalah dokter memberikan keterangan bahwa ada janin yang diperkirakan berusia 6 pekan dalam kandungan istriku. Yaa Allah ampuni aku...ampuni aku ya Allah..kasihan istriku..betapa sabarnya dia menghadapiku selama ini. 
Pendengar Nurani yang baik, Alhamdulillah saat ini aku telah aktif tarbiyah, andai istriku masih ada, pasti dia akan bahagia melihat aku saat ini yang Alhamdulillah telah tersentuh oleh hidayah-Nya, tetapi sayang dia telah tiada, yang tersisa hanyalah kenangannya dan juga Ahmad dan Fatimah. Duhai mujahidahku tersayang, maafkan abi yang telah melalaikanmu.. Abi tahu berlarut-larut dalam kesedihan ini tak baik.., tetapi kesedihan ini entah mengapa tak pernah lekang dari perasaan abi.. Abi janji pada ummi, akan menjaga Ahmad dan Fatimah, mujahid dan mujahidah kita tercinta..., insya allah mereka akan tumbuh dengan ahlak seperti umminya atau mungkin lebih dari abi dan umminya.. Selamat jalan wahai mujahidaku tersayang, semoga Allah menerima semua amal ibadahmu dan menempatkanmu dijannahnya yang tertinggi...Aamiin ... Wassalam ....

Sumber : pendengarnurani.blogspot.com


Rabu, 08 Mei 2013

TOKOH-TOKOH THAGHUT

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullahu berkata: “Tokoh thaghut ada lima, antara lain: Iblis la’natullah ‘alaih, orang yang disembah dan dia ridha diperlakukan demikian, orang yang menyeru orang lain agar menyembah dirinya, orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib, dan orang yang berhukum selain dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
1.          Iblis, yaitu setan yang terkutuk dan dilaknat.
@   Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentangnya: “Sesungguhnya laknat-Ku atas kalian sampai hari kiamat.” (Shad: 78)
@   Awalnya Iblis bersama malaikat, tetapi enggan bersujud kepada Adam ‘alaihissalam. Ketika diperintah untuk sujud kepada Adam ‘alaihissalam itulah tampak kesombongan Iblis.
2.          Seorang yang disembah dalam keadaan ridha.
@   Adapun yang orang yang tidak ridha disembah bukanlah thaghut.
3.          Orang yang menyeru orang lain untuk menyembah dirinya.
@   Dia termasuk thaghut, baik ada orang lain yang mengikuti dakwahnya ataupun tidak.
@   Dia sudah menjadi thaghut dengan semata menyeru orang untuk menyembah dirinya.
@   Termasuk dalam golongan ini adalah Fir’aun dan syaikh-syaikh tarekat Sufi yang menyeru pengikutnya untuk menyembah mereka.
4.          Orang yang mengaku mengetahui sesuatu tentang ilmu ghaib.
@   Karena ilmu ghaib (yang mutlak) adalah kekhususan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ü   Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Katakanlah, tidak ada yang mengetahui perkara ghaib di langit dan bumi kecuali Allah…” (An-Naml: 65)
ü   Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kunci-kunci perkara ghaib ada lima, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah: Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang akan terjadi besok; Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang ada di dalam rahim-rahim; Suatu jiwa tidak mengetahui apa yang akan ia lakukan besok; Dan tidak mengetahui di negeri mana dia akan mati; Tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan hujan turun.” (HR. Al-Bukhari, Kitabul Jum’ah, Bab LaYadri Mata Yaji`ul Mathar illallah).
Maka barangsiapa mengaku mengetahui perkara ghaib berarti telah kafir, karena telah mendustakan apa yang telah diterangkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
@   Termasuk golongan thaghut yang keempat adalah tukang sihir dan dukun-dukun.
5.          Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.
@   Berhukum dengan hukum yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan termasuk Tauhid Uluhiyyah dan meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah hakim yang sebenar-benarnya adalah termasuk Tauhid Rububiyah. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut orang yang diikuti oleh pengikut mereka -dalam hal yang menyelisihi apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan- sebagai rabb bagi pengikut mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan tukang ibadah mereka sebagai Rabb selain Allah…” (At-Taubah: 31)
@   Berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa termasuk kufur akbar yang mengeluarkan seorang dari Islam, dan bisa pula kufur ashgar yang tidak mengeluarkan seseorang dari Islam. Hal ini sesuai dengan keyakinan pelakunya. Karena, orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala ada beberapa jenis:
a.          Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala karena merendahkan dan membenci hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini termasuk kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Hal itu karena mereka membenci apa yang Allah turunkan maka Allah menggugurkan amalan mereka.” (Muhammad: 9)
b.          Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan keyakinan bahwa hukum selain Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih afdhal dan lebih baik dari hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inipun kufur akbar yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin?”(Al-Ma`idah: 50)
c.          Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan keyakinan bahwa hukum selain Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut sama dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inipun kufur akbar.
d.          Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala karena meyakini tentang boleh dan halalnya berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inipun pelakunya kafir, karena telah menghalalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan.
e.          Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan masih meyakini bahwa hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih afdhal, dan tidak menyamakan hukum selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hukum-Nya, bahkan ia mengatakan bahwa hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih afdhal dan lebih tinggi. Dia tidak menghalalkan tindakan berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya saja dia berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala semata karena syahwat, jabatan, dan kepentingan pribadi, dalam keadaan yakin bahwa dirinya salah dan sedang berbuat maksiat. Yang semacam ini termasuk kufur ashgar, pelakunya tidak keluar dari Islam. Ini contoh hakim yang bertugas di Daulah Islam.
Inilah macam-macam thaghut di alam ini. Kebanyakan manusia telah berpaling dari ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala menuju ibadah kepada thaghut. Mereka berpaling dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya menuju ketaatan kepada thaghut dan mengikutinya. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufiq-Nya kepada kaum muslimin untuk mengkufuri thaghut dan mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wallahu a’lam bish-shawab.