Sabtu, 29 Desember 2012

MADING EDISI NOVEMBER 2012 " ISLAM IS NOT THE ENEMY "

Karena beberapa kendala, misalnya kesibukan akademik, kegiatan KKN, masalah keluarga, dll maka untuk beberapa bulan mading kami tidak terbit. Jika ingin di-list maka mungkin akan sangat banyak alasan yang kami sebutkan yang ternyata segudang alasan2 itu hanya untuk menutupi satu sifat buruk dan mungkin juga sebagai alasan utama hingga 4 edisi mading terlewatkan/tidak terbitk. MALAS, mungkin satu kata inilah yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi kami saat itu. Untuk itu kami mohon diampunkan kepadda Allah.

Gambar di bawah ini adalah desain mading untuk edisi bulan November, Adapun temanya yaitu " ISLAM IS NOT THE ENEMY ".

Adapun isi/rubriknya yaitu :

SALAM REDAKSI

ISLAMOFOBIA

MAJELIS ILMU ALA RASULULLAH DAN KIAT-KIAT MENUNTUT ILMU

MOTIVASI DAN RENUNGAN
Dengan ini kami mengajak untuk merenung dan sejenak berfikir, apakah qt benar2 mencintai Rasulullah, seberapa tulus cinta qt pada beliau ??



AYAT-AYAT PILIHAN


Seperti edisi2 sebelumnya, rubrik siroh juga ada pada edisi kali ini. Tapi karena file-nya tidak kami temukan maka kami tidak menampilakan contoh desainnya. Insya Allah, jika file tersebut telah kami temukan, kami akan menambahkannya pada list rubrik di atas.

Perayaan Natal dan Tahun Baru dalam Islam. Bolehkah ???


Penyusun: Ummu Aiman
Muraja’ah: Ustadz Abu Salman

Setiap bulan Desember umat nasrani merayakan hari raya agama mereka, yaitu Hari Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember. Mendekati bulan ini, beberapa sudut pertokoan mulai ramai dengan hiasan natal. Supermarket-supermarket yang mulanya sepi-sepi saja, kini dihiasi dengan pernak-pernik natal. Media massa pun tidak ketinggalan ikut memeriahkan hari raya ini dengan menayangkan acara-acara spesial natal.

Disudut kampus, seorang mahasiswi berkerudung menjabat tangan salah seorang teman wanitanya yang beragama nasrani sambil berkata, “Selamat Natal ya…” Aih-aih, tidak tahukah sang muslimah ini bagaimana hukum ucapan tersebut dalam syariat Islam?
Saudariku, banyak sekali umat Islam yang tidak mengetahui bahwa perbuatan ini tidak boleh dilakukan, dengan tanpa beban dan tanpa merasa berdosa ucapan selamat natal itu terlontar dari mulut-mulut mereka. Mereka salah kaprah tentang toleransi beragama sehingga dengan gampang dan mudahnya mereka mengucapkan selamat natal pada teman dan kerabat mereka yang beragama nasrani. Lalu bagaimana sebenarnya pandangan islam dalam perkara ini? Berikut ini adalah bahasan seputar natal yang disusun dari beberapa fatwa ulama.

Natal Menurut Islam
Peringatan Natal, memiliki makna ‘Memperingati dan mengahayati kelahiran Yesus Kristus’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas terbitan Balai Pustaka). Menurut orang-orang nasrani, Yesus (dalam Islam disebut dengan ‘Isa) dianggap sebagai anak Tuhan yang lahir dari rahim Bunda Maria. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan syariat Islam yang mengimani bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihis sallam bukanlah anak Tuhan yang dilahirkan ke dunia melainkan salah satu nabi dari nabi-nabi yang Allah utus untuk hamba-hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman dalam QS Maryam: 30 yang artinya, “Isa berkata, ‘Sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah (manusia biasa). Dia memberikan kepadaku Al Kitab (Injil) dan menjadikanku sebagai seorang Nabi.’”
Wahai Saudariku, maka barangsiapa dari kita yang mengaku bahwa dirinya adalah seorang muslim, maka ia harus meyakini bahwa ‘Isa adalah seorang Nabi yang Allah utus menyampaikan risalah-Nya dan bukanlah anak Tuhan dengan dasar dalil di atas.

Tentang Ucapan Selamat Natal
Atas nama toleransi dalam beragama, banyak umat Islam yang mengucapkan selamat natal kepada umat nasrani baik kepada kerabat maupun teman. Menurut mereka, ini adalah salah satu cara untuk menghormati mereka. Ini alasan yang tidak benar, sikap toleransi dan menghormati tidak mesti diwujudkan dengan mengucapkan selamat kepada mereka karena di dalam ucapan tersebut terkandung makna kita setuju dan ridha dengan ibadah yang mereka lakukan. Jelas, ini bertentangan dengan aqidah Islam.
Ketahuilah saudariku, hari raya merupakan hari paling berkesan dan juga merupakan simbol terbesar dari suatu agama sehingga seorang muslim tidak boleh mengucapkan selamat kepada umat nasrani atas hari raya mereka karena hal ini sama saja dengan meridhai agama mereka dan juga berarti tolong-menolong dalam perbuatan dosa, padahal Allah telah melarang kita dari hal itu: Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS Al Maidah: 2)
Ketahuilah wahai saudariku muslimah, ketika seseorang mengucapkan selamat natal kepada kaum nasrani, maka di dalam ucapannya tersebut terdapat kasih sayang kepada mereka, menuntut adanya kecintaan, serta menampakkan keridhaan kepada agama mereka. Seseorang yang mengucapkan selamat natal kepada mereka, sama saja dia setuju bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan merupakan salah satu Tuhan diantara tiga Tuhan. Dengan mengucapkan selamat pada hari raya mereka, berarti dia rela terhadap simbol-simbol kekufuran. Meskipun pada kenyataannya dia tidak ridha dengan kekafiran, namun tetap saja tidak diperbolehkan meridhai syiar agama mereka, atau mengajak orang lain untuk memberi ucapan selamat kepada mereka. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka kepada kita, hendaknya kita tidak menjawabnya karena itu bukan hari raya kita, bahkan hari raya itu tidaklah diridhai Allah.
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan, adapun ucapan selamat terhadap simbol-simbol kekufuran secara khusus disepakati hukumnya haram misalnya mengucapkan selamat atas hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan, ‘Hari yang diberkahi bagimu’ atau ‘Selamat merayakan hari raya ini’, dan sebagainya. Yang demikian ini, meskipun si pengucapnya terlepas dari kekufuran, tetapi perbuatan ini termasuk yang diharamkan, yaitu setara dengan ucapan selamat atas sujudnya terhadap salib, bahkan dosanya lebih besar di sisi Allah dan kemurkaan Allah lebih besar daripada ucapan selamat terhadap peminum khamr, pembunuh, pezina, dan lainnya dan banyak orang yang tidak mantap pondasi dan ilmu agamanya akan mudah terjerumus dalam hal ini serta tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Barangsiapa mengucapkan selamat kepada seorang hamba karena kemaksiatan, bid’ah, atau kekufuran, berarti dia telah mengundang kemurkaan dan kemarahan Allah.
Dengan demikian, tidaklah diperkenankan seorang muslim mengucapkan selamat natal meskipun hanya basa-basi ataupun hanya sebagai pengisi pembicaraan saja.

Menghadiri Pesta Perayaan Natal
Hukum menghadiri pesta perayaan natal tidak jauh bedanya dengan hukum mengucapkan selamat natal. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum menghadiri perayaan natal lebih buruk lagi ketimbang sekedar memberi ucapan selamat natal kepada orang kafir karena dengan datang ke perayaan tersebut, maka berarti ia ikut berpartisipasi dalam ritual agama mereka. Dan dengan menghadiri pesta perayaan tersebut berarti telah memberikan kesaksian palsu (Syahadatuzzur) terhadap ibadah yang mereka lakukan dan ini dilarang dalam agama Islam (lihat Tafsir Taisir Karimirrahman, Surat Al Furqon ayat 72). Allah berfirman yang artinya: Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamu, dan untukkulah agamaku.”
Maka Saudariku, seorang muslim diharamkan untuk hadir pada perayaan keagamaan di luar agama islam baik ia diundang ataupun tidak.

Hukum Merayakan Tahun Baru
Beberapa hari setelah natal berlalu, masyarakat mulai disibukkan dengan persiapan menyambut tahun baru masehi pada tanggal satu Januari. Bagaimana Islam memandang hal ini?
Saudariku, Allah telah menganugerahkan dua hari raya kepada kita, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha dimana kedua hari raya ini disandingkan dengan pelaksanaan dua rukun yang agung dari rukun Islam, yaitu ibadah haji dan puasa Ramadhan. Di dalamnya, Allah memberi ampunan kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah haji dan orang-orang yang berpuasa, serta menebarkan rahmat kepada seluruh makhluk.
Ukhti, hanya dua hari raya inilah yang disyariatkan oleh agama Islam. Diriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka bermain-main di hari raya itu pada masa jahiliyyah, lalu beliau bersabda: ‘Aku datang kepada kalian sedangkan kalian memiliki dua hari raya yang kalian bermain di hari itu pada masa jahiliyyah. Dan sungguh Allah telah menggantikannya untuk kalian dengan dua hari yang lebih baik dari keduanya, yaitu hari raya Idul Adha dan idul Fitri.’” (Shahih, dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’I, dan Al-Baghawi)
Maka tidak boleh umat Islam memiliki hari raya selain dua hari raya di atas, misalnya Tahun Baru. Tahun Baru adalah hari raya yang tidak ada tuntunannya dalam Islam. Disamping itu, perayaan Tahun Baru sangat kental dengan kemaksiatan dan mempunyai hubungan yang erat dengan perayaan natal. Lihatlah ketika para remaja berduyun-duyun pergi ke pantai saat malam tahun baru untuk begadang demi melihat matahari terbit pada awal tahun, kebanyakan dari mereka adalah berpasang-pasangan sehingga tentu saja malam tahun baru ini tidak lepas dari sarana-sarana menuju perzinaan. Jika tidak terdapat sarana menuju zina, maka hal ini dapat dihukumi sebagai perbuatan yang sia-sia. Ingatlah saudariku, ada dua kenikmatan dari Allah yang banyak dilalaikan oleh manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang (HR Bukhari). Maka janganlah kita isi waktu luang kita dengan hal sia-sia yang hanya membawa kita ke jurang kenistaan dan menjadikan kita sebagai insan yang merugi.
Saudariku, Allah telah menyempurnakan agama ini dan tidak ada satupun amal ibadahpun yang belum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan kepada umatnya. Maka tidak ada lagi syari’at dalam Islam selain yang telah Allah wahyukan kepada Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada lagi syari’at dalam Islam selain yang telah Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan pada kita. Saudariku, ikutilah apa yang Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam tuntunkan kepada kita, janganlah engkau meniru-niru orang kafir dalam ciri khas mereka. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia merupakan bagian dari kaum tersebut (Hadits dari Ibnu ‘Umar dengan sanad yang bagus). Setiap diri kita adalah pemimpin bagi dirinya sendiri dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin. Semoga Allah senantiasa menyelamatkan agama kita. Wallaahu a’lam.

Maraji’:
Fatwa: Natal Bersama. Majalah Al-Furqon Edisi 4 Tahun III.
Fatwa: Natal Bersama. Majalah Al-Furqon Edisi 4 Tahun IV.
Fatwa-Fatwa Terkini 2. Cetakan ketiga. Tahun 2006. Darul Haq.
Bulletin At-Tauhid Edisi 96 Tahun II.
***
Artikel www.muslimah.or.id

Rabu, 26 Desember 2012

MADING EDISI JUNI "BIRRULWALIDAIN"

Foto di bawah ini adalah mading kami untuk edisi bulan Juni, dengan tema " BIRRULWALIDAIN : Berbakti Kepada Kedua Orang Tua ".
Adapun  rubriknya yaitu:

SALAM REDAKSI
Pada gambar di atas, kami mencetak file salam redaksi ini di atas kertas berwarna biru.

BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA
Tidak sama dengan mading2 kami sebelumnya, bahasan utama untuk edisi kali ini kami buat lebih ringkas dalam bentuk bahasan per-point, dan dengan lebih banyak hiasan gambar. Kami berharap dengan tampilan seperti ini para pembaca akan lebih tertarik karena materi yang disugukan tidak terlihat begitu banyak.



kami juga meng-copy beberapa gambar dari majalahdinding/worldpress.com yang memang sesuai dengan tema mading. Adapun gambarnya kami tampilkan di bawah ini :



TAHUKAH KAMU APA ITU "IBU"... ???

SIROH
Pada siroh ini, kami menceritakan beberapa kisah salaf, bagaimana mereka memperlakukan orang tua mereka dll.

Senin, 24 Desember 2012

MATERI DAN CONTOH DESAIN MADING BULAN APRIL

Pada bulan April, kami menerbitkan mading dengan tema "RAHASIA DIBALIK SUNNAH"
Adapun isi atau rubrik pada mading edisi  ini yaitu :

SALAM REDAKSI

MENGHIDUPKAN SUNNAH NABI YANG KIAN TERASING


RAHASIA DI BALIK LARANGAN MAKAN/MINUM SAMBIL BERDIRI


LARANGAN MENIUP MAKANAN/MINUMAN YANG MASIH PANAS


RAHASIA DIBALIK SUNNAH MEMOTONG KUKU


RESEP " ROLL KUKUS LABU KUNING LAPIS COKELAT "


SUNNAH TIDUR DENGAN POSISI MIRING KE KANAN
SUNNAH MEMATIKAN LAMPU SEBELUM TIDUR
Dua bahasan di atas juga kami muat dalam mading edisi ini. Insya Allah Materi dan desainnya akan kami lengkapi kemudian.

PENUNTUT ILMU TIDAK BOLEH PUTUS ASA DALAM MENUNTUT ILMU DAN HARUS WASPADA TERHADAP BOSAN

Bosan adalah penyakit yang mematikan, membunuh cita-cita seseorang sebesar sifat bosan yang ada pada dirinya. Setiap kali orang itu menyerah terhadap kebosanan, maka ilmunya akan semakin berkurang. Terkadang sebagian kita berkata dengan tingkah lakunya, bahkan dengan lisannya, “Saya telah pergi ke banyak majelis ilmu, namun saya tidak bisa mengambil manfaat kecuali sedikit.”.
Ingatlah wahai saudariku, kehadiran Anda dalam majelis ilmu cukup membuat Anda mendapatkan pahala. Bagaimana jika Anda mengumpulkan antara pahala dan manfaat? Oleh karena itu, janganlah putus asa. Ketahuilah, ada beberapa orang yang jika saya ceritakan kisah mereka, maka Anda akan terheran-heran. Di antaranya, pengarang kitab Dzail Thabaqaat al-Hanabilah. Ketika menulis biografi, ia menyebutkan banyak cerita unik beberapa orang ketika mereka menuntut ilmu.

‘Abdurrahman bin an-Nafis -salah seorang ulama madzhab Hanbali- dulunya adalah seorang penyanyi. Ia mempunyai suara yang bagus, lalu ia bertaubat dari kemunkaran ini. Ia pun menuntut ilmu dan ia menghafal kitab al-Haraqi, salah satu kitab madzhab Hanbali yang terkenal. Lihatlah bagaimana keadaannya semula. Ketika ia jujur dalam taubatnya, apa yang ia dapatkan?

Demikian juga dengan Nashiruddin Ahmad bin ‘Abdis Salam. Dahulu ia adalah seorang penyamun (perampok). Ia menceritakan tentang kisah taubatnya dirinya: Suatu hari ketika tengah menghadang orang yang lewat, ia duduk di bawah pohon kurma atau di bawah pagar kurma. Lalu melihat burung berpindah dari pohon kurma dengan teratur. Ia merasa heran lalu memanjat ke salah satu pohon kurma itu. Ia melihat ular yang sudah buta dan burung tersebut melemparkan makanan untuknya. Ia merasa heran dengan apa yang dilihat, lalu ia pun taubat dari dosanya. Kemudian ia menuntut ilmu dan banyak mendengar dari para ulama. Banyak juga dari mereka yang mendengar pelajarannya.

Inilah sosok-sosok yang dahulunya adalah seorang penyamun dan penyanyi. Walau demikian, mereka menjadi sosok yang diacungi jempol dan amal mereka disebut-sebut setelah mereka meninggal.
Jangan putus asa, berusahalah dengan sungguh-sungguh, mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan lemah. Walaupun Anda pada hari ini belum mendapatkan ilmu, maka curahkanlah terus usahamu di hari kedua, ketiga, keempat,…. setahun, dua tahun, dan seterusnya... [4]
Seorang penuntut ilmu tidak boleh terburu-buru dalam meraih ilmu syar’i. Menuntut ilmu syar’i tidak bisa kilat atau dikursuskan dalam waktu singkat. Harus diingat, bahwa perjalanan dalam menuntut ilmu adalah panjang dan lama, oleh karena itu wajib sabar dan selalu memohon pertolongan kepada Allah agar tetap istiqamah dalam kebenaran.

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
__________

Footnote: Notes
[1]. Lihat al-Futur Mazhaahiruhu wa Asbaabuhu wal ‘Ilaaj (hal. 22).
[2]. Lihat al-Futur Mazhaahiruhu wa Asbaabuhu wal ‘Ilaaj (hal. 43-71).
[3]. Ibid (hal. 88-119) dengan diringkas.
[4]. Ma’aalim fii Thariiq Thalabil ‘Ilmi (hal. 278-279).

Jumat, 21 Desember 2012

MATERI MADING BULAN MARET 2012 DAN CONTOH DESAINNYA

Mading kami di bulan Maret, terbit dengan judul " IQRA ".
Adapun rubrik dan desainnya kami tampilkan di bawah ini:

Salam Redaksi


Hujan, Rahmat Ataukah Bencana ...???
Bagaimana qt menyikapi hujan yang akhir-akhir ini terjadi?, Apakah tetesan-tetesan itu merupakan rahmat ataukah bencana dari Allah ??


Keutamaan Membaca dan Mempelajari Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah kalam Allah, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallalahu 'alaihi wasallam sebagai salah satu mukjizat beliau yang paling luar biasa karena ada jaminan bahwa Allah sendiri yang akan menjaganya.
Apa sajakah keutamaan Al-Qur'an dan keutamaan-keutamaan yang dijanjikan bagi oarng yang mempelajari Al-Qur'an ??


SIROH : Umar Memeluk Islam
Ini adalah kisah awal mengapa Umar memutuskan untuk memeluk Islam.


Kolom Tanya Jawab
Pertanyaan yang kami jawab pada mading edisi IQRA ini adalah pertanyaan dari pembaca sendiri yang kami cari tahu jauh sebelum mading ini terbit. Ada beberapa pertanyaan yang masuk, tapi kami memilih untuk menjawab pertanyaan ini tentu dengan banyak pertimbangan. Kami meminta maaf pada teman2 yang lain, insya Allah pertanyaan anda akan kami jawab pada edisi berikutnya, jika memungkinkan.


Puisi  "Surat Cinta-Nya"


Quiz


Resep Klappertart

Untukmu Para Pengusung Dakwah!

Wasiat bagi para da’i atau orang-orang yang berjalan di atas dakwah. 
1.  BERTAQWA KEPADA ALLAH Shubhaanahu Wa Taala
          Seorang da’i harus memulai dari dirinya sendiri, yaitu mendakwahi dirinya sendiri sebelum mendakwahi orang lain. Sebab bagaimana dia akan mendakwahkan agama kepada orang lain sementara dia lalai pada dirinya.
Allah Shubhaanahu Wa Taala berfirman : “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS.Al Baqarah :44)
Sasaran dakwah seorang dai yang pertama terhadap dirinya, hendaklah dia berazam :“saya ingin menyelematkan diri saya dahulu”.

Allah Shubhaanahu Wa Taala telah memerintahkan kepada para RasulNya dan orang-orang beriman untuk senantiasa memulai dakwahnya dari diri dan keluarganya.  Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS.At Tahrim: 6)

Prioritas pertama bagi seorang da’i adalah dia berusaha menyelamatkan dirinya, penghuni rumahnya, keluarganya dari ancaman Allah . Seorang da’i tidak melupakan amalan-amalan pribadi misalnya sholat berjamaah, membaca Al Qur’an, sedekah. Sibuk berdakwah namun melupakan dirinya, keluarganya maka itu bukan dakwah tetapi syahwat atau hawa nafsu. Inilah perbedaan antara dakwah dengan hawa nafsu.

Nabi dan Rasul adalah para da’i yang diutus oleh Allah Shubhaanahu Wa Taala untuk menyampaikan risalah agama ini. Mereka sibuk berdakwah, sibuk membina umat namun tidak melupakan diri untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan. Mereka bangun malam untuk sholat malam, berdoa kepada Allah  dengan (rohbah wa raghbah) harap dan cemas.

Maka begitulah seharusnya seorang da’i, sibuk mengurus umat namun tidak lupa mengurus diri sendiri. Jangan sampai karena sibuk mengurus dakwah, tapi lupa mentarbiyah diri. Sebagaimana para Nabi yang telah Allah Shubhaanahu Wa Taala utus. Mereka berdo’a kepada Allah Shubhaanahu Wa Taala pada malam hari lalu mereka sibuk mengurus umat pada siang hari.

Begitupula para imam-imam kita. Misalnya Imam Ahmad, beliau sanggup shalat (nafilah) satu hari satu malam 300 rakaat. Imam Syafi’I, beliau sanggup menghatamkan Al Qur’an sekali dalam tiga hari dan dalam bulan Ramadhan 2 kali sehari atau 60 kali dalam satu bulan, beliau bersungguh-sungguh untuk dirinya. Imam Malik, Imam Abu Hanifah mereka tekun beribadah kepada Allah  disamping beliau sibuk mengajar, dan berdakwah namun tidak lupa pada dirinya.

Ketahuilah pintu-pintu kebaikan banyak sekali, tergantung dari pintu mana kita mau memasukinya. Ada pintu sedekah, jika ada rezki maka kita bisa masuk dari pintu  sedekah. Ada pintu sholat masuklah darinya dengan memperbanyak sholat nafilah. Ada pintu puasa dan masih banyak pintu-pintu kebaikan yang lain. Yang terpenting adalah bagaimana (meriadhoh) melatih diri dengan ibadah-ibadah untuk mendidik (mentarbiyah) diri masing-masing.

Allah Shubhaanahu Wa Taala memasukkan hamba-hambaNya kedalam Surga melalui pintu-pintu yang sesuai dengan amalan-amalan yang telah mereka kerjakan. Bagi hamba yang rajin sedekah dipanggil dari pintu sedakah. Ahli shoum ( puasa) akan dipanggil dari Arraya (pintu) ahli puasa. Ahli Jihad dipanggil dari pintu jihad.

Para sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam diberikan oleh Allah Shubhaanahu Wa Taala tingkatan-tingkatan dalam beramal. Mereka ada yang rajin berpuasa, ada yang rajin berjihad, mereka sibuk berdakwah. Dalam kesibukan tersebut mereka tidak lupa mentarbiyah dirinya.

Maka jangan sampai ada (khalal) celah pada diri, yang bisa dimanfaatkan syetan untuk mengoda kita sebagai da’i supaya lupa memperbaiki diri. Oleh karena itu seyogyanya sebagai seorang da’i mentarbiyah dirinya dengan amalan atau ibadan-ibadah yang pintunya banyak sekali untuk menguatkan imannya.

2.    MENINGKATKAN TATAWWUR (KEMAMPUAN PRIBADI)
Seorang da’i jangan pernah merasa cukup dengan tsaqafah ( ilmu ) yang dia miliki. Dia harus terus menuntut ilmu dengan bertanya, membaca, mengikuti pelatihan-pelatihan, kajian-kajian atau yang lainnya. Sambil berdakwah atau mengajar juga tetap belajar. Imam Nawawi adalah seorang ulama besar, namun beliau tetap belajar ditengah-tengah kesibukannya mengajar dan berdakwah. Karena ilmu itu tidak bertepi, sangat luas dan tiada batas. Dia bagaikan lautan yang luas tanpa tepi. Oleh karena itu menuntut ilmu itu sampai mati, jangan merasa cukup dengan ilmu yang dimiliki.

Ulama mengatakan bahwa Ilmu itu tiga jengkal. Barangsiapa yang masuk pada jengkal pertama maka dia akan sombong atau takabur. Misalnya satu buku dibaca sudah mau jadi Mufti (Pemberi Fatwa). Dan siapa yang masuk pada jengkal ke dua maka dia menjadi tawadhu’ ( rendah hati ), dia merasa bodoh. Dan barang siapa yang masuk pada jengkal ketiga maka dia akan semakin merasa tidak memiliki ilmu apa-apa.

Para Malaikat, Nabi dan Ulama adalah orang-orang yang tawadhu’ dengan ilmunya. Mereka sadar bahwa ilmu yang dimilikinya adalah pemberian Allah  padanya. Hendaklah seorang da’i tawadhu’ dengan ilmunya dan terus berusaha untuk meningkatkan kualitas SDM atau kapasitas ilmiahnya.

Terkhusus dalam mempelajari bahasa Arab hendaknya seorang da’i memperhatikan hal ini dan mengkhususkan untuk mempelajarinya. Jangan pernah merasa lemah untuk memperlajarinya karena bahasa Arab adalah mifhtahul ‘ilmi (kunci ilmu-ilmu syar`i) yang memudahkan seorang da’i untuk mememahami lebih dalam ilmu-ilmu syar’i terutama kandungan Al-Qur’an. Tidak ada halangan untuk tidak mempelajari bahasa Arab, karena sekarang sudah banyak sarana untuk belajar bahasa Arab. Sudah banyak sekolah atau pesantren yang telah mengajarkan dan menerapkan bahasa Arab. belajar bahasa Arab bisa ditempuh melalui kaset-kaset, situs internet atau dengan buku-buku bahasa Arab atau yang lainnya. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana memotivasi diri untuk bisa belajar bahasa Arab.

Seorang Orientalis dari Britton (Inggris) bertemu dengan Raja Faisal, kemudian berkata :” Wahai raja Faisal, saya telah membaca Al Qur’an. Ternyata isinya biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa di dalamnya, dan tidak ada kandungan sastranya”. Lalu raja faisal bertanya : “ Yang kamu baca Al-Quran terjemahan atau aslinya? Dia menjawab : “Terjemahannya”. Raja Faisal berkata : “ Oh jelas, jika engkau membaca Al-Quran terjemahan engkau tidak akan merasakan keistimewaannya. Tapi jika engkau membaca Al-Quran aslinya engkau akan mendapatkan banyak keistimewaan, apakah dia mengenai sastranya, tata bahasanya atau nahwunya dan keindahannya yang lain”
Keistimewaan Al-Qur’an sungguh sangat luar biasa. Bahkan sampai sekarang ulama masih terus menggali nilai-nilai dari Al-Qur’an. Misalnya :
Firman Allah Shubhaanahu Wa Taala dalam surat Al-Maidah ayat 69 Dan di surat Al Baqarah Ayat 62, Firman Allah Shubhaanahu Wa Taala dalam surat Al Baqarah ayat 62 :

kata "Wasshobiuna" pada surat al-Baqarah dan kata "Wasshobiina" di surat al-Maidah yang dinasab dengan "inna", perbedaannya penyebutan ini masih diteliti oleh ulama. Menunjukkan keluarbiasaan al-Quran. Oleh karena itu, Ia disebut mukjizat abadi, yang terus menantang orang-orang Arab yang fasih dalam bahasa Arab.

Contoh lain dalam surat Al-Fatihah ayat 6:
“Tunjukilah kami jalan yang lurus”,
Dalam ayat ini kenapa tidak dikatakan   Çá   (ke) sebelum kata  "Shirata" namun didahului dengan kata "ihdina"  ini memberi makna bahwa kita bukan sekedar memohon kepada Allah  untuk menunjuki jalan, akan tetapi juga memohon agar Allah Shubhaanahu Wa Taala senantiasa menetapkan kita di atas kebenaran dalam menempuh jalan tersebut. Karena bisa saja seseorang ditunjuki jalan lurus, namun dia tidak diberi hidayah untuk berjalan di atas kebenaran yang telah di ketahuinya, dan bisa saja ia menempuh jalan yang lurus tersebut namun caranya tidak sesuai dengan sunnah atau syari’at. Demikianlah keistimewaan bahasa Arab. Nikmatnya membaca Al-Quran tidak terasa jika tidak mengerti bahasa Arab. Begitupula dengan hadits-hadits Rasulullah, syair-syair Arab serta karya para ulama, kita dapat merasakan indahnya setelah mengerti bahasa Arab.


3.    SEORANG DA’I PANTANG PESIMIS / PUTUS ASA
Seorang muslim yang istiqomah dengan agamanya akan terasing ditengah-tengah manusia bahkan terasing di tengah-tengah kaum muslimin itu sendiri, hal ini menjadi tatangan yang berat baginya. Namun keterasingan jangan sampai membuat kita putus asa, karena sikap putus asa pantang bagi seorang muslim terlebih lagi seorang da’i. Ketahuilah keterasingan itu bukan hanya di Indonesia saja, tetapi juga ditemukan di belahan dunia yang lain, bahkan sampai di Mekah, Madinah pun orang yang istiqomah terasing, hanya saja tingkatannya berbeda. Jadi jangan pernah menyangka bahwa jalan perjuangan Islam ini mulus. Hidup ditengah-tengah masyarakat dianggap aneh dan  dikucilkan merupakan sunnatullah bagi orang yang istiqomah karena keterasingan itu selamanya pasti akan selalu ada. Keadaan ini juga dialami oleh Rasulullah dan para sahabatnya ketika Islam mulai didakwahkan.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda : “Islam ini datang dalam keadaan ghorib (asing) dan akan kembali menjadi asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing, yang memperbaiki manusia dalam keadaan rusak”.(al Hadits).
Tantangan keterasingan yang ada di Indonesia belum seberapa jika dibanding dengan situasi yang ada di wilayah Arab. Misalnya di Al Jazair, Mesir, Suriah. Disana mesjid-mesjid tidak dibiarkan bebas digunakan orang untuk melakukan kegiatan-kegiatan dakwah. Bahkan dibeberapa daerah Arab tidak diperbolehkan wanita-wanitanya mengenakan jilbab di kampus-kampus. Maka sudah sepantasnya bagi seorang muslim berputus asa dengan tantangan yang dihadapinya.

4.     PARA DA’I  JANGAN ISTI’JAL ( TERGESA-GESA )
Salah satu bagian dari dakwah manhaj salafus shaleh adalah tidak tergesa-gesa dalam berdakwah. Dalam berdakwah tidak bisa serta merta ingin memperoleh hasil dan segera memetik buah dari dakwahnya karena ini adalah penyakit dalam dakwah.

Mengapa dakwah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam  di Mekkah tidak ditempuh dua tahun atau lima tahun saja? Beliau berdakwah di mekkah selama 13 tahun, dan hanya mendapatkan pengikut 45 orang sahabat saja, namun beliau tetap bersabar dan terus mendidik dan mentarbiyah sahabatnya, walaupun dalam kondisi tertindas dan terasing ditengah-tengah masyarakat Makkah saat itu. Setelah 13 tahun kemudian, beliaupun berhijrah ke Madinah. Berapa tahun setelah hijrah baru terjadi Fathul-Makkah? Peristiwa ini nanti terjadi pada tahun 8 H. Mengapa tidak dilaksanakan pada tahun 5 H atau jauh sebelumnya? dan tidak ada pembukaan daerah kekuasaan kaum muslimin secara luas kecuali setelah beliau wafat. Hal  ini menunjukkan bahwasanya dakwah dan perjuangan Islam ini dilakukan tidak dengan tergesa-gesa. Ini adalah buah kesabaran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dalam mentarbiyah para sahabat yang jumlahnya kurang lebih hanya empat puluh lima orang yang kemudian melahirkan orang-orang yang membuka lahan-lahan dakwah yang lebih luas bahkan sampai sepertiga belahan dunia, sungguh sangat menakjubkan!.

Oleh karena itu sebagai seorang da’i, hendaknya tidak tergesa-gesa dalam berdakwah karena sesungguhnya ia adalah dari syetan. Sebagian da’i yang tidak sabar untuk segera melihat hasil dari perjuanganaya, ingin cepat mendapatkan pengikut yang banyak padahal Nabi dan Rasul dahulu yang berdakwah sekian tahun hanya memiliki beberapa pengikut bahkan ada yang tidak memiliki pengikut seorangpun sebagaimana yang digambarkan dalam hadist Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bahwa pada hari kiamat nanti ada seorang rasul yang datang dengan satu pengikut bahkan ada yang tanpa pengikut, apakah mereka dikatakan gagal berdakwah? Mereka adalah manusia pilihan yang diutus oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dengan membawa risalah yang bertujuan memperbaiki manusia. Karena tujuan kita adalah memperbaiki manusia maka hendaknya kita bersabar jangan tergesa-gesa, tergesa-gesa merupakan penyakit yang dapat merusak bangunan dakwah, olehnya itu harus senantiasa bersabar. Demikianlah manhaj Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
Sewaktu pasukan Tar-tar masuk ke Iraq dalam waktu 40 hari mereka telah membunuh satu juta umat muslim Iraq, mereka menghancurkan perpustakaan-perpustakan dan buku-buku para ulama dibuang ke sungai Eufrat dan sungai Dajla hingga airnya menjadi hitam dan biru karena tinta dari kitab-kitab tersebut, kondisi yang mereka alami lebih dahsyat dari kondisi kita sekarang.

Tahun 313 H orang-orang syiah rafidhah membunuh 30 ribu hajajj (jamaah haji) di depan Kabbah, lalu mereka mengambil hajar aswad, sehingga kabbah kehilangan hajar aswad selama 22 tahun. Sebab orang syiah lebih menyukai tawaf di Karbala daripada di Kabbah.
Dalam masa empat kurun waktu, orang-orang syiah Rafidhah berkuasa hampir di seluruh jazirah Arab. Sehingga pada saat itu setiap tanggal 10 Muharram di seluruh jazirah Arab melakukan hari Karbala secara besar-besaran kecuali di Iran masih menjadi negara yang memegang sunnah. Demikianlah  Allah Shubhaanahu Wa Taala memberikan cobaan kepada umat ini, jangan merasa bersedih dengan kondisi sekarang dan isti’jal karena umat terdahulu juga mengalami hal yang demikian. Lihatlah para pemerintah menguasai para ulama, seperti imam Ahmad, dipenjara selama dua tahun empat bulan dan disiksa namun tetap bersabar. Demikian pula dengan imam Malik, imam Syafi’i mereka juga mengalami tantangan seperti itu. Syaikul Islam Ibnu Taimiyah dipenjara selama 26 tahun hingga akhirnya meninggal dalam penjara tetapi tidak sampai mengkafirkan penguasa yang memenjarakannya.

5.    MENJAGA AL-ULFAH (KASIH SAYANG) DENGAN SESAMA MUSLIM
Saling menyayangi dan menjaga ukhuwah antara da’i dan tidak berpecah-pecah, karena ukhuwah merupakan hal yang sangat mahal harganya sebagai pemberian dari Allah Shubhaanahu Wa Taala , walaupun kita menginginkan persatuan atau ukhuwah namun jika Allah Shubhaanahu Wa Taala tidak menghendakinya maka kita tidak akan memperolehnya sebagaimana dalam firman-Nya : “dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(Qs.Al-An-Fal : 63)

Allah Shubhaanahu Wa Taala berfirman :
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Al Imran : 103).

Hendaknya seorang da’i saling mencintai dan menghindari perpecahan. Kalaupun ada perselisihan, hal ini wajar sebagaimana seorang suami-istri yang kadang berselisih namun tetap saling mencintai. Allah Shubhaanahu Wa Taala sangat mencela orang-orang yang selalu ingin berpecah sebagaimana dalam firmanNya :

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. (QS.Al An‘naam : 159)
Maka marilah kita saling menjaga ulfah atau kasih sayang dan saling menasehati antar sesama da’i agar tetap bisa istiqamah di atas jalan yang lurus yaitu istiqamah dalam mendakwahkan agama Allah.

Wallahu A’lam 
(Transkrip  Daurah  6  Agustus  2007 di Masjid Darul Hikmah  Kantor  DPP WI), 

Kamis, 20 Desember 2012

Sembilan Energi Positif Mengatasi Kekecewaan di Jalan Da’wah

Kisah di bawah ini bukanlah fiktif, namun benar-benar terjadi di dalam perjalanan da’wah yang mendaki lagi sukar, sebagai sebuah sunnatullah untuk memisahkan orang-orang munafiq dari barisan orang-orang yang beriman, sebagai seleksi dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk membedakan antara loyang dan emas.

Janganlah berpecah belah, kita semua bersaudara.
Janganlah merasa lebih, sesama kita.
Mengapa kau patahkan pedangmu sehingga musuh mampu membobol bentengmu.

Seorang ustadz berkisah tentang dua orang akhwat yang sangat tangguh dan berkualitas di jalan da’wah. Mereka ada dalam ‘satu kandang’ da’wah. Namun sangat disayangkan, hal itu justru menimbulkan persaingan da’wah yang tidak sehat di antara mereka. Futur melanda, situasi “panas” dan akhirnya seorang dari mereka melepas jilbabnya dan yang lainnya, hengkang dari jalan da’wah. Kekecewaan sangat mendalam, hingga berguguranlah mereka dari jalan yang mulia ini.
“Ana tidak mau ikut-ikut (da’wah –red) lagi, habis adik-adiknya susah diatur!”, ucap seorang kader senior yang mendapat amanah sebagai mas’ul sebuah departemen lembaga da’wah. Ia memutuskan untuk tidak mau terlibat lagi dalam pergerakan da’wah. Ia mengaku kesal, kecewa dan jera dengan sikap adik-adik kampus yang “bandel” alias tidak taat pada perintahnya dan sering protes kepadanya. Kini ia berjalan sendiri di tengah dunia hedon, keluar dari lingkaran da’wah. Ia merasa “menang” dengan tindakannya itu karena ia beranggapan bahwa dengan demikian, lembaga da’wah telah kehilangan satu kadernya.

Di sebuah pengajian rutin, dua orang ikhwan dalam kondisi perang dingin. Bila yang satu datang, yang lain pasti tak mau datang hingga muncul motto, “Tidak boleh ada dua singa dalam satu kandang.”

Sebab-Sebab Kekecewaan
Tidak ada asap kalau tidak ada api. Kekecewaan dapat muncul karena ada keinginan yang tidak terpenuhi, tak terpuaskan. Kecewa yang kita bicarakan adalah kecewa di jalan da’wah. Kekecewaan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dan penyebab kekecewaan yang seringkali terjadi adalah:
Pertama, kekecewaan aktivis karena jengah melihat jurang yang dalam antara idealisme dan realitas, antara ilmu dan amal. Sebagai contoh, sang aktivis membaca shirah nabawiyah yang di dalamnya dikisahkan bagaimana indahnya ukhuwah sang nabi dan para sahabat, pun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” Tapi realitanya, ukhuwah itu tidak ia dapatkan di lapangan, justru sebaliknya.
Kedua, kekecewaan akitivis yang lebih dilandasi hawa nafsu dan tipu daya syetan, karena tidak tercapainya ambisi pribadi. Contoh ambisi pribadi itu adalah, ingin menjadi pemimpin, ingin kata-katanya selalu didengar, ingin pendapatnya harus diterima, pun tidak mau menerima nasehat dari yang ia anggap “lebih rendah” dan merasa diri paling berjasa dengan motto, “Kalau bukan karena ane, ngga bakal jalan da’wah ini.”
Ketiga, kekecewaan aktivis karena tidak puas dengan kebijakan-kebijakan qiyadah (pemimpin), keputusan syuro, kondisi da’wah yang selalu dibebankan padanya dan manajemen lembaga da’wah.

Feed Back Positif dan Negatif
Tak ada manusia yang tak pernah kecewa karena sesungguhnya kecewa itu manusiawi. Hanya saja, feed back dari kekecewaan itu berbeda pada diri setiap orang. Ada orang-orang yang mampu mengatasi dan mengubah kekecewaan itu dengan energi positif yang konstruktif, namun ada juga orang-orang yang tidak mampu mengatasinya karena lebih didominasi energi negatif yang desdruktif.
Kekecewaan tak lagi syar’i bila didasari hawa nafsu, dan bukan atas dasar kebenaran (al haq). Tak lagi rasional bila kemudian berubah menjadi kedengkian dan kebencian yang menghancurkan diri sendiri dan memporak-porandakan teman-teman di sekelilingnya, menjadi duri dalam daging. Maka motto yang sebaiknya ada dalam diri kita adalah, “Jangan terlalu banyak menuntut, jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.”

9 Energi Positif
Ada sembilan energi postif yang dapat menjadi bahan bakar di dalam jiwa untuk mengatasi kekecewaan yang melanda, yaitu:
1. Tentara terdepanmu adalah keikhlasan
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan……..” (QS. An Nisaa: 125)
Meminjam istilah dari sebuah artikel yang pernah penulis baca, Tentara Terdepanmu adalah Keikhlasan. Istilah ini sangat tepat karena memang keikhlasan adalah garda terdepan kita untuk menghadapi segala rintangan di jalan da’wah. Keikhlasan membuat kita tak kenal lelah dan tak kenal henti dalam menyampaikan Al Haq karena tujuan kita hanya satu, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika tujuan kita menyimpang kepada yang sifatnya duniawi, maka saat tujuan itu tak tercapai, kita akan mudah kecewa dan berbalik ke belakang. Bila berda’wah lantaran mengharapkan apa-apa yang ada pada manusia, berupa penghormatan, penghargaan, pengakuan eksistensi diri, popularitas, jabatan, pengikut dan pujian, maka hakekatnya kita telah berubah menjadi hamba manusia, bukan lagi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kisah yang sangat menarik ketika Khalid bin Walid selaku panglima perang yang notabene sangat berjasa bagi kaum muslimin, tiba-tiba diturunkan jabatannya menjadi prajurit biasa, oleh Khalifah Umar bin Khattab. Namun Umar melakukan itu karena melihat banyaknya kaum muslimin yang mengelu-elukan kepahlawanan dan cenderung mengkultuskan Khalid, sehingga Umar khawatir hal itu akan membuat Khalid menjadi ujub (bangga diri), yang dapat berakibat hilangnya pahala amal-amal Khalid di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan subhanallah…., Khalid tidak marah ataupun kecewa karena jabatannya diturunkan, bahkan ia tetap turut berperang di bawah komando pimpinan yang baru. Ketika ditanya tentang hal itu, Khalid menjawab dengan tenang, “Aku berperang karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan karena Umar. “
2. Harus Tahan Beramal Jama’i
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada Tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai……” (QS. Ali Imran: 103)

Beramal jama’i itu jalannya tak selalu datar, ada kalanya mendaki, karena dalam beramal jama’i, kita akan menemui berbagai macam sifat manusia, berbagai pemikiran, fitnah dari luar, pun dari dalam. Namun bagaimanapun buruknya kondisi jamaah, tetap saja amal jama’i itu lebih baik dan lebih utama daripada sendirian. Ali bin Abi Thalib berkata, “Keruhnya amal jama’i, lebih aku sukai daripada jernih sendirian.“
Kekuatan utama kita adalah persatuan kaum muslimin. Sesungguhnya kekalahan kita saat ini bukanlah karena kehebatan bersatunya kaum kuffar, tetapi karena tidak bersatunya kaum muslimin. “Kejahatan yang terorganisir akan mampu mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir.”
Orang-orang yang memisahkan diri dan lari dari barisan da’wah, sesungguhnya tidak akan membuat barisan da’wah itu melemah atau kehilangan kader, justru barisan itu akan semakin solid dan kokoh karena mengindikasikan yang tergabung di dalamnya, tinggallah orang-orang yang teruji memiliki jiwa-jiwa pemersatu. Inilah sebuah sunnatullah yang senantiasa berlaku untuk membedakan antara loyang dan emas. Jadi, kita harus tahan beramal jama’i !
3. Bermanfaat bagi orang lain
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Qudhy dari Jabir).
Bila kita melihat ukhuwah dalam barisan da’wah ternyata belum seindah seperti shirah yang kita baca, atau ternyata hijab di lembaga da’wah amat cair, maka adalah sangat wajar bila kita kecewa. Tetapi kekecewaan itu janganlah dipelihara, jangan justru membuat kita bersungut-sungut, menuntut lebih, berkeluh kesah, apatah lagi sampai memisahkan diri dari barisan. Mari ubah sudut pandang, dan kita tekankan bahwa segala kekurangan yang ada pada barisan da’wah adalah justru menjadi kewajiban kita untuk membenahinya. “Jangan banyak menuntut, jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.”
4. Penuhi hak sesama muslim
a. Saling menasehati. (QS. Al Ashr: 1-3)

Kekurangan dalam diri qiyadah, jundi, lembaga, manajemen, hendaknya disampaikan dalam bentuk nasehat. Untuk yang sifatnya pribadi – sebagai adab nasehat- adalah disampaikan tidak dalam forum, tetapi disampaikan pribadi, berdua saja, dalam rangka saling berpesan untuk nasehat menasehati dalam menetapi kesabaran. Karena bila kita memberi nasehat dihadapan orang banyak, maka itu sama saja dengan membuka aibnya dan menjatuhkannya, apalagi bila sampai melakukan sidang layaknya menghakimi terdakwa. Sangatlah tipis perbedaan antara orang yang ingin menasehati karena landasan kasih sayang, dengan orang yang menasehati karena sekaligus ingin membuka aib saudaranya, sehingga membuat diri yang dinasehati seakan lebih rendah, dari yang menasehati.
b. Lemah lembut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang salah satu ciri jundullah (tentara Allah), yaitu ”…….yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min………” (QS. Al Maidah: 54)
c. Jangan dengki. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Takutlah kamu semua akan sifat dengki sebab sesungguhnya dengki itu memakan segala kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (Riwayat Abu Daud dari Abi Hurairah)
d. Jangan suudzon. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain………” (QS. Al Hujuurat: 12)
e. Berendah Hatilah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. An Naml: 215)
f. Jangan Berbantahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “…..dan Janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menjadikan kamu gentar, dan hilang kekuatanmu…….”(QS. Al Anfaal:46). Berbantah-bantahan sesama kita, padahal musuh di luar, sudah siap menerkam.
5. Musuh terbesar kita adalah syetan
Musuh kita bukanlah seorang muslim, apatah lagi sesama aktivis. Musuh terbesar kita adalah iblis dan bala tentaranya. Mereka senantiasa akan merusak ukhuwah kita dari kiri, kanan, depan, dan belakang (QS. Al A’raf: 17). Hendaknya kita senantiasa ingat akan janji iblis untuk menyesatkan hamba-hamba-Nya (QS. Al Israa:62). Ini akan menjadi landasan kita untuk selalu menatap saudara kita dengan penuh kasih sayang karena boleh jadi saat saudara kita menyakiti kita, adalah lantaran banyaknya syetan di sekelilingnya yang terus menerus membisikinya untuk membenci kita, demikian pula sebaliknya, bisa jadi syetan menghembuskan prasangka-prasangka di dalam benak kita. Maka, mari kita jadikan syetan sebagai musuh bersama.
6. Sukses da’wah bukanlah karena kehebatan kita
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka, bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka. Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar…” (Al Anfâl: 1)

Ayat ini menyatakan bahwa kemenangan dalam medan peperangan, pun dalam suksesnya da’wah, bukanlah karena kepintaran kita dalam membuat strategi da’wah, tetapi tak lebih karena pertolongan dari Allah. Jika tidak, maka apa bedanya kita dengan Qarun yang berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku…..” (QS. Al Qashash:78). Dan kita lihat bagaimana ending kehidupan dari Qarun yang ditenggelamkan Allah Subhnahu wa Ta’ala ke perut bumi.
7. Mujahid itu teman kita sendiri
Mujahid dan mujahidah itu sesungguhnya ada di sekeliling kita, di dekat kita. Ya, bisa jadi mereka adalah teman-teman kita sendiri. Maka sangat aneh bila kita kerap kali menitikkan air mata saat ingat mujahid-mujahid di Palestina, Iraq, Chechnya, Afghanistan, dan lain-lain, tetapi dengan saudara-saudara mujahid di sesama lembaga saja, kita tidak bisa berlapang dada.
8. Ingat Kematian
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah kalian mengingat mati, sebab seorang hamba yang banyak mengingat mati, maka Allah akan menghidupkan hatinya, dan Allah akan meringankan baginya rasa sakit saat kematian.”
9. Doakan di shalat malam kita
Doa adalah senjata orang-orang beriman dan bila kita mendoakan saudara muslim kita tanpa sepengetahuannya, maka para malaikat akan berkata, “untuk kamu juga…”. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Tidak seorang Muslim pun mendoakan kebaikkan bagi saudaranya sesama Muslim yang berjauhan melainkan malaikat mendoakannya pula. Mudah-mudahan engkau beroleh kebaikkan pula.” (HR. Muslim)

Penutup
Menyatakan diri sebagai orang beriman, sebagai seorang du’at (pengemban da’wah), sebagai seorang aktivis da’wah, sesungguhnya mengandung konsekuensi yang tidak ringan. Yaitu kita senantiasa akan mendapat ujian keimanan dari sang pemilik 99 Al Asmaul Husna. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara Kamu………. “ (QS. 9:16). Dan di surat lainnya, “Apakah kamu mengira kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta macam-macam cobaan.” (QS. Al-Baqarah:214)
Tersenyumlah dalam duka dan tenanglah dalam suka. Insya Allah dengan mengingat sembilan energi positif, akan membuat kita bersabar, dan enggan berpisah dari jalan da’wah ini.Dan janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. “ (QS. Ali Imran: 139). (ANW)

Sumber : Akhwatmuslimah.com 

Selasa, 18 Desember 2012

NASEHAT UNTUK SAUDARIKU YANG MERINDUKAN SURGA

Wahai yang mencari kebahagiaan dan berusaha menuju surga
Ukhti Muslimah !!, Semoga Allah menjagamu dan menghiasimu dengan taqwa!. Laluilah jalan keselamatan! Bangkitlah dari tidurmu! Jauhilah apa yang dapat menggiringmu kepada kehancuran dan membawamu kepada kehinaan.

Diantara jalan keselamatan adalah sebagai berikut:
1.    Tidak berdua-duaan dengan laki-laki lain yang bukan muhrim, selamanya…, baik di rumah, di mobil, di toko, di pesawat dan di tempat lainnya. Jadilah satu umat yang taat kepada Allah azza wa jalla dan Rasul-Nya. Maka janganlah dengan mudah melanggar perintah keduanya. Rasulullah bersabda: Tidaklah seorang laki-laki yang berdua-duaan dengan seorang wanita, kecuali yang ketiganya adalah syaitan
2.   Tidak sering keluar rumah kecuali sebatas keperluan penting, dan beribadahlah kepada Allah dengan tetap tinggal dirumah, dengan mengikuti perintah Allah azza wa jalla: Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian(Al-Ahzab:33)
     Abdullah bin Mas’ud berkata: Tidak ada taqarub seorang wanita kepada Allah melebihi tinggalnya di rumah. (taqarub: pendekatan diri)
   Dan ketika keluar, hendaklah bersama muhrimmu atau wanita yang dapat dipercaya dari keluargamu. Dan janganlah merendahkan suara dan berlemah lembut dalam bertutur kata kepada penjual. Tidak apa anda rugi beberapa rupiah dari pada kerugian menimpa agamamu, na’udzu billahi min dzalik
3.      Hindarilah Tabarruj (berhias diri) dan Sufur (tidak menutup aurat) ketika keluar rumah, karena itu menyebabkan fitnah dan menarik perhatian. Rasulullah bersabda: Ada 2 golongan penghuni neraka -dan disebutkan salah satu diantaranya- wanita yang berpakaian tapi telanjang dan berjalan miring berlenggak-lenggok. Dan pakaian yang paling dianjurkan adalah ‘abaa yang sederhana (pakaian berwarna hitam yang menutupi seluruh tubuh), menutup kedua tangan dan kaki, serta tidak menggunakan wangi-wangian. Hendaklah anda mencontoh Ummahatul Mu’minin dan Shahabiyat, bila keluar rumah mereka itu bagaikan burung gagak karena memakai pakaian hitam, tidak sesuatupun dari tubuh mereka yang terlihat.
4.    Hindarilah wahai ukhti muslimah! Membaca majalah-majalah yang merusak dan menonton film-film yang terdapat adegan porno, karena itu akan membangkitkan nafsu seks dan meremehkan perbuatan keji dengan menamakannya sebagai cinta dan persahabatan, dan menampakkan perbuatan zina dengan menamakannya hubungan kasih sayang yang matang antara seorang laki-laki dan wanita. Janganlah merusak rumahmu, hatimu dan akalmu dengan hubungan-hubungan yang diharamkan.
5.       Allah azza wa jalla berfirman: Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu bahan olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan (Lukman:6). Maka hindarilah mendengarkan lagu-lagu dan musik, hiasilah pendengaranmu dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an, rutinlah membaca dzikir dan istighfar, perbanyaklah dzikrul maut (mengingat mati) dan Muhasabtun Nafs (evaluasi diri). Ketahuilah bahwa ketika anda berbuat maksiat kepada Allah, maka sesungguhnya anda bermaksiat kepada-Nya dengan nikmat yang Ia berikan kepadamu, maka hati-hatilah, jangan sampai nikmat itu dicabut dari diri Anda.
6.        Takutlah kepada Allah Yang Maha Tinggi, Maha Kuasa dan Maha Mengetahui apa-apa yang tersembunyi. Ini adalah rasa takut yang paling tinggi yang menjauhkan seseorang dari perbuatan maksiat. Anggaplah bahwa suatu ketika anda tergelincir pada seperseribu perbuatan zina. Maka bagaimana jika seandainya hal itu diketahui oleh bapakmu, ibumu, saudara-saudaramu, kerabatmu atau suamimu? Dalam pandangan dan buah bibir mereka ketika anda meninggal, mereka akan menganggap anda sebagai seorang pezina, na’udzu billahi min dzalik.
7.        Hendaklah Anda memiliki temah shalehah yang menolong dan membantu Anda, karena manusia itu lemah sementara syaitan siap menerkam dimana saja. Hindarilah teman yang jelek moralnya, karena ia akan datang kepada Anda bagaikan seorang pencuri yang masuk secara sembunyi-sembunyi mencari kesempatan hingga ia menggelincirkanmu pada sesuatu yang diharamkan. Ingatlah paman Nabi saw, ia adalah lelaki tua dan memiliki akal yang lurus, tetapi walaupun demikian karena adanya teman yang jelek yaitu Abu Jahal yang hadir di sampingnya ketika wafat, menjadi penyebab meninggalnya ia dalam keadaan syirik.
8.     Perbanyaklah berdoa, karena Nabi umat ini termasuk orang yang senantiasa membaca doa dan banyak istighfar.
9.   Janganlah dibiarkan waktu senggang berlalu kecuali anda membaca Al-Qur’an. Berusahalah menghafal apa yang mudah dari Al-Qur’an. Kalau Anda memiliki semangat yang tinggi, maka bergabunglah dengan kelompok Tahfidzul Qur’an khusus wanita, karena jika diri Anda tidak disibukkan dengan ketaatan dan ibadah, maka anda akan disibukkan oleh kebathilan.
Sesungguhnya apa yang kalian cari dalam hubungan-hubungan yang diharamkan untuk mengisi waktu atau memenuhi rasa kasih sayang pada hakekatnya adalah akibat dari kekosongan rohani dan hati, serta kesempitan dada yang bersumber dari jauhnya seseorang dari ketaatan dan ibadah. Allah azza wa jalla berfirman: Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (Thaha:124).
Ingatlah bahwa Anda akan meninggalkan dunia ini dengan lembaran-lembaran yang Anda tulis sepanjang hari-hari kehidupan Anda, bila lembaran-lembaran itu penuh dengan ketaatan dan ibadah, maka bergembiralah. Dan bila sebaliknya maka segeralah bertaubat sebelum meninggal. Karena hari kiamat itu adalah hari penyesalan. Allah berfirman: Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan. (Maryam:39)
Yaitu hari dibukanya (segala hal yang tersembunyi) dan lembaran-lembaran yang beterbangan. Hari dimana seorang ibu yang menyusui melupakan anaknya yang sedang ia susui.
Ingatlah wahai ukhti muslimah!, hari dimana anda terbaring di dalam kubur sendirian
12. Ukhti Muslimah !! Telepon telah menjerumuskan banyak wanita, maka janganlah Anda menjadi salah satu dari mereka. Bila Anda diuji oleh seekor serigala berwajah manusia dan anda telah memulai hubungan yang diharamkan dengannya, maka hendaklah segera memutuskan hubungan itu sebelum berlanjut. Dan ketahuilah bahwa Allah akan memberikan anda jalan keluar dan keselamatan dari padanya.
13.  Ingatlah ! Wahai yang mencari kebahagiaan dan berusaha menuju surga, bahwa itu semua dalam rangka taat kepada Allah dan menjalani perintah-perintah-Nya. Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (An-Nahl:97)
Ingatlah bahwa meninggalkan maksiat lebih ringan dari pada meminta taubat. Saya mengingatkan Anda dengan hadits Rasulullah saw: Bila seorang wanita shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka ia akan memasuki pintu-pintu surga mana saja yang ia kehendaki.

Semoga Allah memberimu petunjuk yang dapat memberikan petunjuk kepada orang lain, menjadikanmu wanita mulia, bertakwa dan suci, menghiasi dirimu dengan iman dan menjadikanmu wanita shalehah dan taat serta termasuk orang-orang yang diseru nanti pada hari kiamat: Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadapmu dan tidak (pula) kamu bersedih hati. (Al-A’raaf:49), aamiin...

(Diambil dari buletin Daar Al-Gasem, For Publishing & Distribution,
Saudi Arabia. Penyusun Abdul Malik Al-Qosim)